PENDEKAR REMAJA : JILID-21


“Orang-orang Coa-tung Kai-pang sombong amat! Siapakah yang tak mendengar bahwa Hwa-i Kai-pang dan Lo-kai Hwe-koan menggabungkan diri karena kalian paksa dengan kekerasan? Dan siapa pula yang tidak mendengar bahwa Coa-tung Kai-pang mempunyai banyak anggota yang sering melakukan pelanggaran dan kejahatan, tidak patut sebagai perkumpulan pengemis pendekar? Orang lain boleh kalian gertak, akan tetapi kami para pengurus Hek-tung Kai-pang tak gentar menghadapi tongkat ularmu!”

Setelah mendengar ucapan Sam-pangcu (Ketua ke Tiga), para pengemis tongkat hitam yang berjumlah empat puluh orang lebih itu serentak berseru, ”Betul! Usirlah orang-orang Coa-tung Kai-pang ini!” Dan dengan tongkat hitam diangkat tinggi-tinggi mereka serentak maju mengurung!

Akan tetapi ketiga orang pemimpin Coa-tung Kai-pang itu masih saja bersikap tenang, bahkan kini senyum mereka melebar sombong.

“Hemm, begitukah kegagahan Hek-tung Kai-pang? Hendak mengandalkan jumlah besar mengeroyok kami tiga orang? Alangkah rendah dan pengecutnya!”

Mendengar ejekan ini, Hek Liong lalu berdiri dan dengan gerak tangannya dia meminta kepada semua anak buahnya untuk mundur. Sesudah keadaan menjadi reda, dia lalu menghadapi Si Tinggi Besar itu sambil menantang,

“Dengarlah, kawan! Kami seluruh anggota dan pengurus Hek-tung Kai-pang, tidak mau menerima usulmu supaya menggabungkan perkumpulan kami dengan perkumpulanmu. Habis, kau mau apa?”

“Hek-pangcu,” kata Si Muka Hitam yang tinggi besar itu, “apakah kau lupa bahwa hari ini adalah hari pemilihan pengurus baru perkumpulanmu? Aku mendengar bahwa siapa saja yang dapat mengalahkan Hek-tung-hoat, maka dialah yang berhak menjadi pangcu dari Hek-tung Kai-pang. Nah, kami bertiga juga hendak mencoba-coba kelihaian Ilmu Tongkat Hek-tung-hoat!”

“Bagus!” Tiba-tiba Beng Beng Tojin melangkah maju. “Inilah baru ucapan orang gagah. Untuk apa bertengkar mulut seperti wanita? Aturan harus dijalankan dan dipegang teguh. Kedatangan pinto juga ingin menguji kehebatan Hek-tung-hoat dan jika pinto beruntung, pinto akan merasa senang menjadi pangcu!”

“Aku pun datang untuk mencoba peruntungan menjadi ketua perkumpulan ini!” tiba-tiba It-ci-sinkang Cong Tan menyela.

Diam-diam Hong Beng dan Goat Lan saling pandang dengan perasaan geli dan heran. Bagaimanakah ada begitu banyak orang yang memperebutkan kedudukan sebagai ketua perkumpulan para pengemis? Apakah enaknya menjadi ketua pengemis?

Ada pun kelima orang ketua Hek-tung Kai-pang ketika mendengar ucapan ini, lalu berdiri merupakan sebuah barisan dan Hek Liong sebagai orang tertua berkata keras,

“Bagus sekali! Kalian semua telah mendengar pilihan para pemimpin cabang bahwa kami berlima masih tetap dikehendaki untuk memimpin Hek-tung Kai-pang. Nah, siapa yang menyatakan tidak setuju boleh maju ke muka!”

Melihat sikap kelima orang yang maju bersama ini, Beng Beng Tojin mengerutkan kening dan berkata lemah, “Apa...? Kalian berlima maju berbareng?”

Juga It-ci-sinkang CongTan memperlihatkan rasa gentarnya. “Ah, ini tidak adil!” katanya.

Hek Liong lalu tersenyum mengejek, “Ketahuilah bahwa kami berlima merupakan saudara seperguruan yang sudah bersumpah sehidup semati, senasib sependeritaan. Dan kalian tadi mendengar sendiri bahwa yang diangkat menjadi pangcu adalah kami berlima, maka andai kata seorang di antara kalian ada yang dapat mengalahkan aku masih ada empat orang saudaraku yang harus dikalahkan pula. Oleh karena itu, kami merupakan sebuah kelompok yang tak dapat dipisah-pisahkan. Terserah siapa yang ingin merobohkan kami, boleh maju. Yang merasa takut tak usah mencari penyakit!”

Ketiga orang pemimpin Coa-tung Kai-pang itu tadinya memandang kepada Beng Beng Tojin dan Cong Tan dengan senyum menghina, akan tetapi tiba-tiba Si Muka Hitam itu mendapat akal baik.

Ia dan kawan-kawannya hanya tiga orang sedangkan pihak lawan ada lima orang, belum ditambah dengan para pemimpin-pemimpin cabang Hek-tung Kai-pang yang nampaknya berpihak kepada lima orang ketua mereka. Mengapa dalam keadaan kalah tenaga ini dia tidak menarik tangan kedua orang ini?

“Ji-wi Eng-hiong,” katanya kepada tosu serta orang bertopi bundar itu, “Ji-wi jauh-jauh sudah datang ke sini dan biar pun antara Ji-wi dengan kami bertiga tidak ada hubungan, namun maksud kedatangan kita di sini adalah sama. Sekarang dengan secara licik tuan rumah hendak maju berlima, kenapa kita tidak bergabung saja sehingga kita pun menjadi lima orang? Bila kita menang, percayalah bahwa kami bertiga tidak akan berlaku curang seperti tuan rumah dan kita kelak boleh menentukan siapa di antara kita yang paling cakap untuk menjadi ketua!”

Tosu dan orang bertopi itu saling pandang, kemudian mengangguk-anggukkan kepala. “Bagus, memang demikianlah baru adil!”

Sementara itu, kelima orang she Hek itu telah dapat mengerti kecerdikan pihak Coa-tung Kai-pang, namun mereka tidak takut.

“Baiklah, lekas kalian memperlihatkan kepandaian, banyak bicara tak ada guna!” Setelah berkata demikian, secara otomatis ia beserta kawan-kawannya kemudian berpencar dan membentuk sebuah barisan segi lima.

“Hayo serang!” kata Si Muka Hitam, pemuka dari pemimpin Coa-tung Kai-pang sambil menggerakkan tongkat ularnya.

Beng Beng Tojin tertawa bergelak, lantas mengeluarkan senjatanya yang istimewa yaitu sepasang sumpit gading yang panjang dan berujung runcing, sedangkan It-ci-sinkang Cong Tan juga mengeluarkan senjatanya yang berupa golok. Dengan berbareng, kelima orang tamu ini menyerang pihak Hek-tung Kai-pang.

Indah sekali gerakan kelima saudara Hek itu ketika mereka menyambut lawan-lawannya. Tubuh mereka bergerak secara amat teratur dan begitu tongkat hitam mereka menangkis senjata lawan, mereka lalu menggerakkan kaki dengan gerakan yang sama dan dengan teratur sekali mereka lalu menyerang lawan di sebelah kiri masing-masing, bukan lawan yang rnenyerang tadi!

“Moi-moi,” kata Hong Beng perlahan kepada Goat Lan yang duduk di sebelah kanannya, “perhatikan baik-baik. Lima saudara Hek itu menggunakan barisan yang teratur sekali.”

Goat Lan mengangguk sambil memandang penuh perhatian. “Memang dugaanmu tepat, Koko. Mereka tidak mau melayani lawan yang menyerang, sebaliknya menyerang orang di sebelah kiri sehingga pihak lawan menjadi kacau dan perhatian mereka pecah. Lihat, benar-benar mereka lihai dan sukar dilawan! Meski pun lima orang melawan lima, namun pihak lawan selalu akan merasa terkurung dan terkeroyok!”

“Aku pernah mendengar dari Suhu mengenai Ilmu Tongkat Hek-tung-hoat, dan melihat pergerakan barisan mereka, kalau tidak salah mereka itu mempergunakan barisan yang hampir sama dengan Ngo-bun-tin.”

“Apakah ada persamaannya dengan Ngo-heng-tin (Barisan Lima Anasir)?” tanya Goat Lan sambil menonton pertempuran yang kini berjalan seru itu.

“Tidak sama,” jawab Hong Beng. “Ngo-bun-tin (Barisan Lima Pintu) memiliki lima pintu, yaitu Thian-bun (Pintu Langit), Tee-bun (Pintu Bumi), Hai-bun (Pintu Laut), Hong-bun (Pintu Angin) dan In-bun (Pintu Awan). Kedudukan mereka kuat sekali karena tiap kali seorang di antara mereka diserang dan menangkis, maka kawan di sebelah kanan atau kirinya lalu maju menyerang lawan yang menyerangnya itu, dengan demikian serangan lawan dapat langsung diputuskan.”

Kedua orang muda itu lalu memperhatikan jalannya pertempuran. Ternyata bahwa Ilmu Tongkat Hek-tung-hoat memang hebat sekali. Tongkat hitam di tangan kelima orang itu bergerak bagaikan lima ekor naga hitam yang mengamuk dan setiap kali tongkat mereka beradu dengan senjata lawan, tentu terjadi benturan yang amat keras dan jelas nampak bahwa tenaga kelima ketua Hek-tung Kai-pang itu masih menang setingkat.

Kecuali apa bila yang ditangkis itu adalah golok di tangan It-ci-sinkang Cong Tan, karena ternyata bahwa Si Jari Lihai ini benar-benar kuat sekali tenaganya. Hampir saja karena kurang hati-hati, tongkat di tangan Hek Sai saudara termuda dari lima ketua itu, terlepas dari pegangan ketika ia menangkis golok Cong Tan!

“Ngo-hek-pangcu tentu akan menang,” Goat Lan berkata setelah menonton pertempuran yang sudah berjalan dua puluh jurus lebih itu.

“Memang, kepandaian pihak tamu masih belum dapat menyamai kelihaian tuan rumah, akan tetapi kulihat Ilmu Tongkat Coa-tung-hoat tidak kalah lihai dari pada Hek-tung-hoat, hanya saja gerakan tiga orang itu masih kurang sempurna. Mereka itu hanya tokoh-tokoh kedua saja, kalau ketua-ketua dari Coa-tung Kai-pang tentu akan hebat sekali permainan tongkatnya,” kata Hong Beng.

Memang kedua orang muda ini mempunyai pandangan yang amat tajam dan awas, hal ini mungkin disebabkan kepandaian mereka masih jauh lebih tinggi tingkatnya dari pada kepandaian mereka yang sedang bertempur. Tepat seperti yang mereka duga, kelima orang ketua Hek-tung Kai-pang mulai mendesak lawan mereka dan yang pertama kali terkena pukulan adalah It-ci-sinkang Cong Tan.

Pada satu saat yang amat tepat, yaitu ketika goloknya menyambar ke arah leher Hek Kwi, orang ke empat dari Ngo-pangcu ini segera menangkis dan menggunaan tongkat hitamnya untuk menempel golok. Hal ini dapat terjadi oleh karena dalam tangkisan ini ia menggunakan gerakan coan (memutar) sehingga Cong Tan merasa sukar untuk menarik kembali goloknya.

Pada saat itu, bagaikan telah diatur sebelumnya, tongkat hitam Hek Pa sudah meluncur dan menotok pundak Cong Tan pada jalan darah Keng-hin-hiat! Cong Tan lalu memekik kesakitan dan merasa betapa seluruh tubuhnya terlepas dari pegangan dan sekali Hek Kwi menendang, tubuhnya terlempar keluar dari kalangan pertempuran dan tidak dapat bergerak pula!

Tidak lama setelah Cong Tan roboh, kembali Beng Beng Tojin menjadi korban di tangan Hek Liong, saudara yang paling lihai ilmu tongkatnya. Pada saat Hek Liong menusukkan tongkatnya ke dada tosu itu, Beng Beng Tojin kemudian menggerakkan sepasang sumpit gadingnya untuk menjepit dan menggunting tongkat lawan. Jepitan sumpitnya ini sangat keras, disertai tenaga lweekang yang hebat, akan tetapi ternyata bahwa ia masih kalah tenaga.

Hek Liong membuat tongkat dalam tangannya tergetar dan begitu tongkat tadi bergetar keras, maka jepitan itu dengan sendirinya terlepas. Akan tetapi tongkat itu masih terus bergetar di antara kedua sumpit itu sehingga Beng Beng Tosu tidak berani sembarangan menarik sumpitnya karena takut kalau-kalau dia kalah cepat dan kalau-kalau tongkat itu akan mendahuluinya dengan serangan hebat. Akan tetapi, pada saat itu, Hek Houw yang sudah menduduki Tee-bun (Pintu Bumi) dengan cepat sudah mengirim tusukan dengan tongkatnya ke arah lambungnya. Beng Beng Tojin menjatuhkan diri ke belakang dan…

“Brettt!”

Jubahnya yang lebar itu tertusuk oleh tongkat hingga robek lebar sekali, sedangkan kulit pahanya ikut pula robek dan terluka! Masih untung baginya bahwa kedua saudara Hek ini tidak bermaksud mencelakakannya dan tidak mengejarnya dengan serangan lain.

Tosu ini melompat ke belakang, mengebut-ngebutkan bajunya dengan muka merah, lalu berkata, “Pinto mengaku kalah!” Kemudian tubuhnya berkelebat cepat dan lenyap dari situ!

Kini tinggallah ketiga orang pemimpin Coa-tung Kai-pang yang melakukan perlawanan hebat dan mati-matian. Memang betul seperti yang dikatakan oleh Hong Beng tadi. Ilmu tongkat mereka benar-benar lihai dan ganas sekali. Tongkat berbentuk ular pada tangan mereka itu nampak seakan-akan hidup dan tongkat itu seperti ular asli yang bergerak melenggak-lenggok dengan gerakan amat tak terduga-duga.

Namun, tadi dibantu oleh orang lain yang cukup tinggi kepandaiannya, mereka masih tak sanggup mengalahkan kelima ketua Hek-tung Kai-pang, apa lagi sekarang, mereka yang hanya bertiga itu terkurung oleh kelima orang lawannya yang tangguh. Mereka terdesak hebat dan terkurung rapat sehingga mereka hanya dapat memutar tongkat mereka untuk mempertahankan diri tanpa diberi kesempatan membalas serangan.

Ketika Hong Beng dan Goat Lan mengerling ke arah para anggota Hek-tung Kai-pang, pada wajah mereka terbayang kegembiraan besar melihat kemenangan ketua mereka, akan tetapi tak seorang pun yang menggetarkan suara mau pun gerakan. Wajah mereka tetap tegang dan siap siaga seperti tadi sehingga diam-diam dua orang muda ini menjadi kagum. Hal ini membuktikan pula bahwa Hek-tung Kai-pang memang benar merupakan perkumpulan yang berdisiplin baik.

Tiga orang pemimpin Coa-tung Kai-pang yang sudah sangat terdesak itu semakin lama semakin lemah gerakan tongkat mereka. Memang harus dipuji keuletan mereka karena sampai sebegitu lama belum juga kelima orang lawan mereka bisa merobohkan mereka. Pertahanan mereka kuat sekali.

Tiba-tiba Si Muka Hitam berseru keras, “Robohkan mereka!”

Dan komando ini diikuti oleh gerakan mereka menuju ke arah para lawan dengan tongkat mereka dan tiba-tiba saja dari kepala tongkat itu menyambar keluar senjata rahasia yang berwarna hitam!

“Celaka, Koko!” seru Goat Lan yang hendak melompat, akan tetapi tiba-tiba lengannya dipegang oleh Hong Beng.

“Tenanglah, Moi-moi,” kata pemuda itu. Karena sangat tegang, maka Hong Beng tanpa disadarinya pula telah memegang lengan tunangannya sehingga ketika Goat Lan merasa betapa lengannya dipegang dan tidak segera dilepaskan pula, tiba-tiba mukanya berubah merah sekali!

“Koko, lepaskan,” bisiknya, “tak malukah dilihat orang?”

Barulah Hong Beng sadar bahwa semenjak tadi dia telah memegang lengan orang yang berkulit halus dan hangat itu, maka dengan muka kemerahan dan mulut tersenyum malu dia cepat melepaskan lengan tunangannya. Sepasang mata mereka bertemu untuk saat pendek, karena keduanya segera kembali melihat ke tempat orang-orang bertempur.

Dari sikap kedua orang muda tadi, ternyata bahwa watak Hong Beng lebih tenang dan ketenangannya ini membuat pandangannya lebih awas dari pada Goat Lan. Goat Lan yang merasa tegang dan kuatir, menyangka bahwa ketua-ketua Hek-tung Kai-pang akan terkena celaka, akan tetapi Hong Beng yang melihat sikap Ngo-hek-pangcu itu maklum bahwa mereka telah siap dan tidak akan mudah diserang dengan senjata rahasia begitu saja.

Memang betul, pada waktu kelima orang ketua she Hek itu melihat benda-benda hitam menyambar, serentak mereka segera mendekam ke bawah, lantas dengan gerakan yang berbareng bagaikan telah diatur lebih dahulu, tongkat-tongkat mereka menyapu ke arah kaki ketiga lawan itu.

Terdengar suara bak-buk dah terjungkallah tiga orang pemimpin Coa-tung Kai-pang itu! Tulang kaki mereka sudah terpukul hebat dan walau pun tenaga lweekang mereka telah mencegah tulang kaki itu remuk, akan tetapi pukulan itu cukup keras sehingga untuk beberapa lama mereka takkan dapat bangun karena tulang kaki mereka terasa sakit dan linu sekali. Senjata rahasia yang keluar dari tongkat mereka tadi adalah jarum-jarum berbisa yang amat berbahaya!

Setelah dapat berdiri lagi, ketiga orang itu lalu memungut tongkat ular yang tadi terlepas dari pegangan, kemudian mereka berkata kepada tuan rumah, “Kami sudah menerima kalah, akan tetapi harap kalian siap menghadapi pembalasan ketua-ketua kami!” Setelah demikian, dengan terpincang-pincang ketiga orang itu lalu pergi dari situ.

Barulah terdengar sorak-sorai dari para anggota Hek-tung Kai-pang karena kemenangan mutlak dari ketua-ketua mereka ini. Akan tetapi Hek Liong kemudian mengangkat tangan memberi tanda kepada mereka agar supaya diam.

“Kawan-kawan,” katanya dengan wajah muram, “hari ini adalah hari yang sial bagi kita, tidak boleh kita bersuka-ria karenanya. Ketahuilah bahwa baru tiga orang dari Coa-tung Kai-pang tadi saja sudah demikian lihai, padahal mereka itu adalah orang-orang dari tingkat kedua. Apa bila ketua mereka yang datang, belum tentu kami berlima akan kuat menghadapinya. Sekarang akibat kekalahan mereka tadi, pihak Coa-tung Kai-pang tentu tidak akan tinggal diam. Oleh karena itu, kita harus berjaga-jaga dan betapa pun juga dari pada harus tunduk kepada Coa-tung Kai-pang yang jahat, lebih baik kita hancur lebur!”

“Setuju! Setuju!” terdengar jawaban para pengemis yang bersemangat gagah itu.

Kemudian, Hek Liong berpaling kepada Hong Beng dan dengan suara kereng ia berkata, “Orang muda, tadi kami tak berani menantangmu oleh karena kami tadi untuk sementara meletakkan jabatan. Setelah sekarang kami diangkat kembali, maka menjadi kewajiban kamilah untuk menegurmu! Kau kemarin telah melukai orang-orang kami dan setelah kau melihat kelihaian kami tadi, apakah kau tidak lekas-lekas minta maaf? Ketahuilah, bahwa kami bukanlah orang-orang yang suka menaruh dendam, asal saja kau suka minta maaf, kami akan memandang muka Lihiap murid Sin Kong Tianglo yang menjadi sahabatmu ini untuk memaafkan kau dan melupakan segala peristiwa kemarin.”

Mendengar ucapan yang mengandung sedikit kebanggaan atas kemenangan tadi, Hong Beng tersenyum. Akan tetapi ia tidak menjawab, sebaliknya, ia menunjuk ke arah tubuh It-ci-sinkang Cong Tan yang masih rebah di atas tanah tak bergerak.

“Ehh, Hek-pangcu, apakah kau lupa orang itu? Apakah kau akan membiarkan dia mati di situ?”

Barulah Hek Liong beserta adik-adiknya teringat akan Cong Tan yang tadi sudah terkena totokan, maka cepat mereka menghampiri Cong Tan.

“Pergilah kau dari sini!” kata Hek Liong sambil menepuk pundak orang itu.

Akan tetapi, alangkah kagetnya ketika ia melihat betapa tubuh Cong Tan masih saja kaku tak dapat bergerak dengan kedua mata melotot! Dia mengira bahwa tepukannya untuk membebaskan totokannya sendiri tadi kurang tepat, maka dia lalu menepuk lagi, bahkan mengurut urat pundak bekas lawan itu. Akan tetapi sia-sia belaka, tubuh Cong Tan tetap kaku tak dapat bergerak.

Lima orang ketua Hek-tung Kai-pang itu menjadi terheran-heran sekali dan seorang demi seorang mereka lalu turun tangan untuk membebaskan Cong Tan dari pengaruh totokan. Namun percuma saja, tak seorang pun di antara mereka dapat menolong.

“Celaka!” terdengar Hek Liong berkata. “Yang tadi terkena totokan adalah jalan darahnya Keng-hin-hiat, kalau tidak dapat dilepaskan ia akan mati dalam waktu setengah hari!”

Tiba-tiba terdengar angin menyambar dan ketika lima orang itu menengok, ternyata Goat Lan telah melompat ke tempat itu. Gadis ini amat tertarik melihat keadaan yang aneh itu, dan sebagai seorang ahli pengobatan murid Sin Kong Tianglo, tentu saja ia amat tertarik dan ingin menyaksikan dengan mata sendiri.

“Ngo-wi harap mundur dan biarkan aku memeriksanya!” kata gadis ini dan kelima orang ketua Hek-tung Kai-pang itu lalu melangkah mundur karena mereka maklum bahwa dara jelita ini adalah seorang ahli pengobatan yang amat terkenal di dunia kang-ouw.

Goat Lan segera berjongkok dan memeriksa keadaan tubuh Cong Tan yang masih kaku. Beberapa kali ia memijit pundak yang tertotok itu dan akhirnya ia tersenyum, lalu berkata kepada para ketua yang masih merubungnya dengan muka heran.

“Ngo-wi Pangcu, ketahuilah bahwa orang ini sudah pernah meyakinkan Ilmu Pi-ki-hu-hiat (Menutup Hawa Melindungi Jalan Darah), akan tetapi pelajaran yang dilatihnya itu belum sempurna benar. Ia telah mempelajari ilmu itu di bagian penggunaan hawa tubuh untuk membuyarkan totokan pada jalan darah. Maka pada waktu tadi tertotok roboh, dia telah berusaha mengumpulkan hawa di tubuhnya untuk membuka totokan itu, akan tetapi oleh karena ia belum paham betul, maka penggunaannya salah, tidak diatur bersama dengan pernapasannya. Karena itu maka sekarang hawa itu berkumpul di pundaknya, menutup jalan darahnya yang masih tertotok sehingga ketika Ngo-wi mencoba melepaskannya, tentu saja terhalang oleh hawa tubuh yang berkumpul ini!”

Sesudah berkata demikian, Goat Lan lalu mencabut tusuk kondenya yang terbuat dari perak dan dengan gerakan cepat sekali dia menusukkan ujung tusuk konde yang runcing itu pada pundak Cong Tan yang tertotok.

“Aduuuh...!”

It-ci-sinkang Cong Tan pulih kembali. Orang ini lalu bangun berdiri, memandang kepada Goat Lan dengan mata melotot lalu memaki,

“Perempuan kurang ajar! Kau sudah melukai serta mempermainkan aku dalam keadaan aku tidak berdaya! Kau harus menebus kekurang ajaranmu itu!” Sambil berkata demikian Cong Tan yang galak segera menyerang Goat Lan dengan jari tangan terbuka, menotok dada gadis itu! Goat Lan sempat melompat ke belakang sambil memandang heran.

Kelima orang ketua dari Hek-tung Kai-pang itu menjadi marah dan mendongkol sekali. Ditolong orang tidak berterima kasih, bahkan lalu menyerang penolongnya, aturan dari manakah ini? Akan tetapi melihat gerakan mereka, Goat Lan tersenyum dan berkata, “Biarlah Ngo-wi Pangcu, biar ia melepaskan kemarahannya kepadaku!”

Maka terpaksa kelima orang she Hek itu lalu mundur, membiarkan Goat Lan menghadapi It-ci-sinkang Cong Tan yang marah-marah. Memang Cong Tan tadi merasa mendongkol dan malu sekali karena dia yang tadinya menyombongkan kepandaiannya dan hendak merebut kedudukan pangcu dari Hek-tung Kai-pang, baru beberapa jurus saja telah kena tertotok seperti arca bergelimpangan!

Dan pada saat Goat Lan menolongnya, dia sebetulnya sama sekali tidak mengerti bahwa dirinya ditolong dan dikiranya bahwa nona itu mempermainkannya dan sengaja melukai pundaknya, maka ia pun menjadi semakin marah. Untuk melampiaskan kedongkolannya kepada para ketua Hek-tung Kai-pang, ia tak berani karena merasa tidak dapat menang, maka kini dia sengaja hendak memperlihatkan kepandaiannya dengan menyerang gadis ini. Mustahil ia akan kalah menghadapi seorang gadis muda seperti ini!

“Rasakanlah pembalasan dari It-ci-sinkang Cong Tan!” serunya sambil menyerbu Goat Lan yang berdiri dengan tenang itu.

Cong Tan memang bertenaga besar, ia ahli tenaga gwakang dan setiap hari melatih diri di rumahnya dengan mengangkat dan mempermainkan batu-batu besar yang beratnya ratusan kati, juga dia telah melatih jari-jari tangannya sehingga jari-jari tangan itu dapat memukul hancur batu! Yang paling hebat adalah dua jari tangan kanan dan kirinya, yaitu telunjuk dan jari tengah, karena dia bersilat dengan jari-jari ini terbuka, digunakan untuk menotok jalan darah lawan!

Akan tetapi, segera ia mendapat kenyataan bahwa bertempur melawan gadis cantik jelita yang mengeluarkan aroma harum seperti kembang ini, sama halnya dengan bertempur melawan bayangannya sendiri pada waktu terang bulan. Ke mana juga ia menubruk dan menyerang, selalu yang tertangkap dan terpukul olehnya hanyalah angin belaka!

Dia bagaikan seekor kerbau gila yang menyerang kain merah yang diikatkan di depan tanduknya. Menubruk sana menyerang sini, tapi selalu mengenai angin. Goat Lan sambil tersenyum-senyum mempermainkan orang ini. Hitung-hitung latihan, pikirnya!

Tiga puluh jurus telah lewat dengan cepat dan karena setiap pukulan yang dikeluarkan oleh Cong Tan disertai tenaga gwakang yang besar, maka setelah menyerang tiga puluh jurus, tubuh orang ini telah basah kuyup oleh peluhnya sendiri.

Hong Beng menonton pertempuran itu dengan tersenyum simpul karena dia merasa geli melihat lagak Cong Tan, juga diam-diam dia menggelengkan kepala melihat kejenakaan tunangannya yang mempermainkan orang besar itu.

Ada pun kelima orang ketua she Hek itu berdiri menonton sambil membelalakkan mata. Baru sekarang mereka menyaksikan ginkang yang luar biasa lihainya. Hampir mereka tak dapat percaya betapa dengan hanya mengandalkan keringanan tubuh nona itu dapat menghindarkan seluruh penyerangan Cong Tan.

Tiba-tiba terdengar seruan nyaring dari Goat Lan dan tubuhnya lenyap dari pandangan mata lawannya. Karuan saja Cong Tan menjadi terkejut sekali. Terdengar suara tertawa di sebelah belakang dan telinganya mendapat sentilan yang keras hingga terasa pedas sekali.

Cepat ia mengayun kedua tangan ke belakang, memukul lawannya yang ternyata sudah berada di belakangnya itu. Akan tetapi, hanya nampak bayangan berkelebat dan gadis itu tahu-tahu sudah berada di belakangnya pula, kini mengirim tendangan perlahan ke arah punggungnya sehingga dia merasa tulang punggungnya sakit sekali serasa hampir patah-patah!

Demikianlah, dengan mengeluarkan ginkang-nya yang paling tinggi, Goat Lan melompat-lompat dan membuat lawannya berputar-putar mengejar angin! Akhirnya saking jengkel, pening dan lelah, It-ci-sinkang Cong Tan Si Jari Lihai tak dapat mempertahankan dirinya lagi. Bumi yang dipijaknya serasa berputar-putar, matanya melihat ribuan bintang sedang menari-nari, dan akhirnya robohlah dia bagaikan orang mabuk!

Setelah peningnya lenyap, tanpa peduli dengan suara tawa yang riuh dari para pengemis Tongkat Hitam, It-ci-sinkang Cong Tan lalu melompat dan berlari bagaikan seekor anjing terkena pukulan.

Kini kelima orang ketua Hek-tung Kai-pang itu kembali menghadapi Hong Beng, dan Hek Liong berkata,

“Bagaimana, orang muda? Sebagaimana sudah kukatakan tadi sebelum ada gangguan dari si sombong itu, di antara kami Hek-tung Kai-pang dan kau orang muda she Sie tidak ada permusuhan sesuatu. Akan tetapi, kau telah menghina kami dan melukai beberapa orang anggota kami, maka kami harap kau suka minta maaf supaya kami tidak terpaksa melanjutkan pertikaian kecil yang tidak ada artinya ini.”

“Maaf, Pangcu,” Hong Beng menjawab dengan tenang sekali. “Aku bersedia minta maaf andai kata kedatanganku ini dianggap lancang dan ikut mencampuri urusan kalian. Akan tetapi untuk satu hal itu, sukarlah bagiku untuk minta maaf. Ketahuilah Pangcu, kemarin ketika aku datang ke tempat ini, aku melihat kawan-kawanmu telah mengeroyok seorang pendekar budiman sehingga tentu saja aku tak dapat membiarkan begitu saja satu orang dikeroyok demikian rupa oleh kawan-kawanmu. Dalam hal ini, kawan-kawanmulah yang bersalah dan sudah sepatutnya bila kawan-kawanmu itu yang minta maaf pada pendekar yang sedang menderita sakit itu!”

Hek Liong mengerutkan keningnya, tanda bahwa ia tidak puas mendengar jawaban ini.

“Saudara Sie! Kami dapat menerima ucapanmu tadi. Menurut penuturan kawan-kawan kami, orang gila kemarin itu sudah mengacau dan menghina kawan-kawan kami, dan dia dikeroyok oleh karena kepandaiannya lebih tinggi dari pada kepandaian kawan-kawan kami. Kau sebagai orang luar, sudah membantu sepihak tanpa melihat dulu sebab-sebab pertempuran. Dan sekarang, karena kau telah datang ke sini dan untuk mempertahankan nama serta kehormatan kami, kami ingin sekali menerima pelajaran darimu!”

Sambil tersenyum tenang Hong Beng bangun berdiri dari tempat duduknya. Memang inilah maksud kedatangannya, untuk mencoba kepandaian lima orang ketua itu. Memang mungkin dia dapat mencegah pibu ini dengan memberi penjelasan dan memperkenalkan siapa adanya pengemis yang dianggap gila itu. Akan tetapi ia bersabar dulu dan sebelum memperkenalkan Lo Sian, ia hendak lebih dulu merasai bagaimana lihainya kelima orang pangcu itu.

“Pangcu,” katanya dengan mulut masih tersenyum, “kini aku sudah datang dan menurut kata-kata orang, perkenalan akan menjadi lebih erat sesudah dua pihak mengadu tenaga dan mengukur kepandaian masing-masing. Maka, sebelum kita melanjutkan percakapan ini, marilah kita main-main sebentar!”

Lima orang ketua dari Hek-tung Kai-pang itu lalu berdiri dan bersiap menanti di lapangan pertempuran yang tadi. Semua pengemis segera mengurung lapangan itu dan memilih tempat duduk, dengan wajah tegang akan tetapi dengan sinar mata gembira mereka siap menonton pertandingan ilmu silat yang ramai!

Para ketua mereka tadi sudah memperlihatkan kepandaian mereka, dan pemuda yang tampan itu sudah menyaksikannya pula, tetapi sekarang pemuda itu berani menghadapi lima orang ketua itu, mudah saja diduga oleh para pengemis yang kesemuanya memiliki ilmu silat itu bahwa pemuda ini tentulah memiliki kepandaian tinggi!

Ada pun Goat Lan yang tadi pun telah menyaksikan kepandaian dari kelima orang ketua Hek-tung Kai-pang itu, merasa ragu-ragu apakah Hong Beng akan mampu menandingi mereka. Biar pun gadis ini tidak ragu-ragu lagi akan kelihaian tunangannya, akan tetapi menghadapi lima orang ketua itu pun bukanlah hal yang ringan.

Betapa pun juga, lima orang ketua itu telah merasa jeri kepadanya, dan kalau dia turut mencampuri urusan ini, tentu akan berkurang kegagahan serta kejantanan Hong Beng dalam pandangan mata mereka. Maka dia diam saja, duduk sambil tersenyum manis.

“Silakan, Ngo-wi Pangcu, terserah pada Ngo-wi apakah hendak maju menyerang dengan tangan kosong ataukah dengan senjata!” kata Hong Beng dengan sikapnya yang tenang.

“Kami adalah pihak tuan rumah,” jawab Hek Liong, “dan kau adalah tamu kami. Sudah sepatutnya bila tuan rumah melayani kehendak tamu. Silakan kau saja yang menentukan, Sie-enghiong, kami hanya melayani saja.”

Hong Beng berpikir cepat. Dalam hal pibu, orang tidak boleh berlaku sungkan-sungkan, apa lagi menghadapi keroyokan lima orang seperti Ngo-hengte ketua Hek-tung Kai-pang ini. Kalau ia menghadapi mereka mengandalkan tangan kosong, meski pun ia tidak takut dan merasa yakin takkan kalah, namun selain agak sukar mengalahkan mereka, juga ia tidak dapat memperlihatkan kelihaian ilmu tongkatnya.

Ia tahu bahwa kelima orang ketua Hek-tung Kai-pang ini mengandalkan kehebatan ilmu tongkat mereka. Maka jalan yang paling tepat untuk membuat mereka tunduk betul-betul adalah mengalahkan Ilmu Tongkat Hek-tung-hoat mereka dengan ilmu tongkat pula.

Hong Beng lalu membungkuk untuk mengambil sebatang cabang kering yang besarnya selengan orang saja dan panjangnya hanya dua kaki lebih, kemudian sambil menjura ia berkata,

“Siauwte sudah mendengar mengenai kehebatan Hek-tung-hoat, dan karena kebetulan sekali siauwte pernah mempelajari sedikit ilmu tongkat yang masih sangat rendah, maka siauwte akan merasa gembira dan berterima kasih sekali apa bila dapat menambah pengetahuan ilmu tongkat dan menerima sedikit pelajaran ilmu tongkat dari Ngo-wi untuk membuka mata siauwte!”

Hek Liong dan kawan-kawannya saling pandang dengan heran dan tersenyum. Mereka menganggap pemuda ini terlalu lancang dan terlalu berani. Ia telah diberi kesempatan untuk memilih, kenapa justru memilih hendak mengadu ilmu tongkat? Pemuda ini terang mencari penyakit, pikir mereka. Hek Liong yang berpikiran adil, lalu berkata,

“Sie-enghiong, karena kau hanya memegang sebuah tongkat kayu yang kecil dan lemah, kami merasa malu untuk maju berbareng. Biarlah aku seorang saja yang mencoba dan main-main sebentar dengan ilmu tongkat itu.”

Panas hati Hong Beng mendengar ucapan ini. Terang sekali bahwa ia dipandang ringan sekali oleh ketua ini. Maka sambil tersenyum ia berkata manis, akan tetapi mengandung tantangan,

“Pangcu, sudah kudengar tadi bahwa untuk menghadapi ketua dari Hek-tung Kai-pang, orang harus menghadapi kelimanya sekaligus. Oleh karena adanya ketentuan itu, mana siauwte berani melanggarnya? Harap saja Ngo-wi tidak berlaku sungkan-sungkan dan persilakan maju berbareng, karena bukankah siauwte dianggap sebagai tamu yang harus dilayani oleh semua tuan rumah?”

“Hemm, jangan anggap kami keterlaluan, orang muda, kau sendiri yang minta kami maju berbareng!” seru Hek Liong dengan mendongkol.

Nyata sekali bahwa pemuda ini tidak mau menerima kebaikannya. Kepandaian apakah yang diandalkan hingga anak muda ini berani bersikap begini sombong? Ia lalu memberi tanda kepada empat orang adiknya dan berbareng mereka mengeluarkan tongkat hitam mereka.

“Awas serangan!” seru Hek Liong.

Bagaikan lima ekor ular hitam, tongkat di tangan kelima orang ketua itu lalu menyambar ke arah tubuh Hong Beng dari lima jurusan. Cepat dan kuat sekali gerakan serangan tongkat-tongkat itu sehingga angin menyambar ke arah Hong Beng dari segala jurusan.

Akan tetapi, dengan memutar cabangnya, sekaligus Hong Beng telah dapat menangkis sehingga tongkat-tongkat hitam itu terpental kembali. Barulah kelima orang ketua yang tadinya memandang rendah itu menjadi terkejut setengah mati. Mereka merasa betapa dari cabang kecil di tangan pemuda itu yang membentur tongkat-tongkat hitam mereka, seorang demi seorang merasa betapa telapak tangan mereka seperti digurat pisau tajam rasanya!

Setelah dapat menduga bahwa pemuda itu bukanlah orang sembarangan, Hek Liong lalu berseru keras dan ia cepat memutar-mutar tongkat hitamnya sedemikian rupa sehingga lenyaplah tongkat itu, berubah menjadi segulung sinar hitam yang amat mengerikan dan dahsyat sekali datangnya. Juga keempat saudaranya tidak mau kalah, mengikuti gerakan kakak mereka ini dan sebentar lagi nampaklah lima gulungan sinar hitam bagaikan lima ekor naga sakti menyerang dan mengurung tubuh Hong Beng!

“Bagus, lihai sekali Hek-tung-hoat!” terdengar pemuda itu berseru, dan belum juga habis ucapannya itu, mendadak lenyaplah tubuhnya, terbungkus oleh sinar putih kehijauan dari tongkat cabangnya yang diputar secara luar biasa sekali!

Semua pengemis anggota Hek-tung Kai-pang menahan napas dan hampir tidak percaya kepada mata sendiri. Kalau mereka sudah biasa melihat gerakan tongkat-tongkat hitam pangcu mereka, kini mereka melihat gulungan sinar yang lebih hebat lagi. Lebih panjang, lebar dan mendatangkan angin keras hingga semua pengemis yarig duduk di atas tanah mengelilingi tempat adu kepandaian itu, merasa muka mereka tertiup oleh angin yang dingin sekali!

Pakaian mereka berkibar-kibar dan yang aneh sekali adalah hawa yang keluar dari sinar putih kehijauan itu karena sebentar terasa dingin sekali dan sebentar pula terganti oleh hawa yang panas! Inilah Ngo-heng Tung-hoat yang mengeluarkan hawa-hawa Im dan Yang, ilmu tongkat warisan dari Pok Pok Sianjin yang dimainkan oleh Hong Beng dengan amat hebatnya, oleh karena pemuda ini memang hendak menundukkan lima orang ketua Perkumpulan Pengemis Tongkat Hitam yang tadinya memandang rendah kepadanya!

Apa bila tadi ketika merasakan tangkisan tongkat ranting di tangan Hong Beng, kelima orang ketua itu merasa terkejut, adalah sekarang mereka tidak saja menjadi kaget, akan tetapi merasa amat terheran-heran! Seujung rambut pun mereka tidak pernah mengira bahwa pemuda itu selihai ini dan tak pernah pula bermimpi bahwa di dunia ini ada ilmu tongkat sehebat ini! Mereka berusaha untuk memperhebat gerakan tongkat mereka, mengurung dan menyerbu bayangan Hong Beng dengan seluruh tenaga, akan tetapi tiap kali tongkat mereka terbentur oleh sinar putih kehijauan itu, tongkat mereka kembali dan memukul diri sendiri!

Sampai empat puluh jurus lebih Hong Beng hanya mempertahankan dirinya saja dan tidak membalas sama sekali. Akan tetapi, tetap saja lima orang lawannya tidak berdaya sama sekali dan tidak pernah dapat menyentuhnya dengan senjata mereka.

Sesudah Hong Beng merasa puas menunjukkan kehebatan Ngo-heng Tung-hoat, secara tiba-tiba dia lalu merubah gerakan tongkatnya dan mulai memainkan Pat-kwa Tung-hoat. Maka lebih hebat lagilah akibatnya! Karena pemuda itu bersilat dengan gerakan kaki atau kedudukan sesuai dengan aturan pat-kwa (segi delapan), maka lima orang lawannya itu seolah-olah menghadapi delapan orang pemuda! Bukan mereka berlima yang mengurung, bahkan kini mereka merasa seperti terkurung oleh delapan orang!

Mereka kaget sekali dan gerakan mereka menjadi kacau balau. Nampaknya lawan muda itu berada di depan akan tetapi baru saja mau diserang, dari belakang telah menyambar angin cabang dari pemuda itu, seakan-akan pemuda itu dapat memecah dirinya menjadi delapan orang!

Sekarang para pengemis yang menonton sudah melupakan peraturan saking kagumnya. Mereka bergerak dan memuji dengan kata-kata keras, bahkan Goat Lan sendiri setelah menyaksikan ilmu tongkat tunangannya, menjadi bengong! Ia merasa bangga sekali dan diam-diam dia mengakui bahwa kalau tunangannya itu mau bermain sungguh-sungguh, sepasang tombak bambu runcing sekali pun belum tentu akan dapat mengalahkannya!

“Sie-enghiong, bukalah mata kami dengan seranganmu!” Hek Liong berkata keras sebab dia belum pernah melihat serangan pemuda itu. Dia merasa amat penasaran dan hendak melihat bagaimana hebatnya pemuda itu kalau menyerang.

“Maafkan, Pangcu!” terdengar Hong Beng berseru.

Seruan ini lantas disusul oleh teriakan kelima orang ketua itu dan terdengar suara keras. Tahu-tahu lima batang tongkat hitam itu sudah terlepas dari pegangan masing-masing dan melayang ke atas! Mereka cepat melompat mundur, dan melihat dengan melongo betapa Hong Beng menggerakkan tongkatnya ke atas, diputar sedemikian rupa sehingga ia dapat mengelilingi kelima batang tongkat hitam itu, ‘menangkap’ lima batang tongkat itu dengan putaran cabangnya sehingga tongkat-tongkat itu terkumpul menjadi satu dan ketika ia mengeluarkan tangan kiri ke depan, lima tongkat hitam itu telah berada dalam pegangannya. Sambil tersenyum dan menjura, dia maju memberikan tongkat-tongkat itu kepada pemiliknya!

Untuk beberapa lama, kelima orang ketua Hek-tung Kai-pang itu memandang pemuda ini dengan bengong, masih belum dapat mempercayai pengalaman mereka sendiri. Akan tetapi, tiba-tiba Hek Liong lalu menjatuhkan diri berlutut di depan pemuda itu, diikuti oleh keempat orang adiknya! Terdengar sorak-sorai para pengemis dan kelima orang ketua itu memimpin orang-orangnya berseru ramai,

“Hidup pangcu (ketua) yang baru! Hidup Sie-pangcu yang gagah!”

Bukan main kagetnya Hong Beng mendengar kata-kata ini dan melihat betapa semua pengemis sudah berlutut mengelilingi dirinya!

“Ehh, ehhh, apa-apaan ini? Kuharap kalian tidak main-main dengan aku!” katanya gagap dengan muka berubah merah, karena ia maklum bahwa ia telah dipilih dan diangkat oleh mereka menjadi pangcu!

Akan tetapi Hek Liong yang masih berlutut berkata dengan suara penuh permohonan, “Kami harap Taihiap tidak menolak. Dengan setulusnya kami mengangkat Taihiap menjadi pangcu kami, karena selain Taihiap seorang, tidak ada lagi orang di dunia ini yang patut menjadi pemimpin kami! Harap Taihiap sudi memperkenalkan diri, siapakah sebenarnya Taihiap ini dan murid orang sakti dari mana?”

Hong Beng menjadi serba salah. Melihat ketulusan hati mereka, untuk menolak begitu saja dia tidak tega, akan tetapi kalau dia menerima, bagaimana ia bisa menjadi pemimpin rombongan pengemis? Dia lalu memandang ke arah tunangannya.

Dengan senyum lebar yang menambah keayuan, tahu-tahu Goat Lan telah melompat ke dekat Hong Beng. Sambil memandang kepada tunangannya, gadis ini kemudian berkata, “Mereka bersungguh-sungguh, tidak baik kalau menolak maksud jujur dari perkumpulan Hek-tung Kai-pang yang terkenal gagah dan budiman ini!”

Sorak-sorai gembira menyambut ucapan gadis ini dan Hong Beng merasa seakan-akan tubuhnya terbenam makin dalam lagi. Tiada harapan untuk keluar sesudah tunangannya sendiri bahkan menghendaki dia menjadi pemimpin pengemis.

“Baiklah, baiklah, harap kalian semua suka bangun berdiri dahulu. Hal pertama yang tak kusukai adalah supaya aku jangan terlalu dipuji-puji dan disanjung-sanjung. Aku bukan seorang raja, dan apa bila aku mau menerima jabatan ketua, ini hanya terpaksa karena melihat kebaikan perkumpulan ini.”

Semua orang berdiri dengan sikap hormat dan diam, menunggu ucapan ketua baru itu selanjutnya.

“Aku maklum bahwa kalian tentulah mengharapkan bantuanku untuk menghadapi bahaya yang mungkin datang dari pihak Coa-tung Kai-pang,” kata pemuda yang cerdik ini. “Dan aku menerima pengangkatan ini hanya saja dengan beberapa macam syaratnya.”

“Silakan Pangcu menentukan syarat-syarat itu, kami sekalian tentu saja bersedia untuk mematuhinya, karena setiap syarat dan usul dari pangcu kami, merupakan perintah yang akan kami jalankan dengan taruhan nyawa kami!”

Terharulah hati Hong Beng mendengar kata-kata ini. Dia menghela napas panjang dan berkata, “Tentu kalian harus mengetahui keadaanku. Biarlah aku berterus terang kepada kalian karena kita adalah orang-orang sendiri, orang-orang sehaluan yang bertujuan ingin memberantas dan membasmi kejahatan! Namaku Sie Hong Beng dan aku adalah putera dari pendekar besar Sie Cin Hai atau Pendekar Bodoh!”

Semua pengemis, terutama sekali Ngo-hengte, menahan napas dan bukan main terkejut serta girangnya hati mereka. Kalau tadi mereka berlima masih merasa penasaran karena kalah sedemikian mudahnya oleh pemuda ini, sekarang rasa penasaran itu lenyap sama sekali. Pantas saja pemuda itu lihai bukan main karena tidak tahunya dia adalah putera dari Pendekar Bodoh yang namanya telah menggemparkan kolong langit!

“Suhu-ku yang mengajar ilmu tongkat adalah Pok Pok Sianjin, tokoh terbesar dari barat!”

Kembali semua orang tertegun. “Nona ini tadi telah memperkenalkan diri sebagai murid Sin Kong Tianglo dan Im-yang Giok-cu, akan tetapi tentu kalian belum tahu bahwa dia sesungguhnya adalah puteri dari pendekar besar Kwee An di Tiang-an. Dan perlu pula kuberitahukan bahwa dia adalah... tunanganku!”

Merahlah wajah Goat Lan mendengar keterangan ini. Ingin ia mencubit tunangannya itu yang dianggapnya berlebihan telah memperkenalkan dirinya pula.....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENDEKAR REMAJA (BAGIAN KE-4 SERIAL BU PUN SU)

PENDEKAR BODOH (BAGIAN KE-3 SERIAL BU PUN SU)

PENDEKAR SAKTI (BAGIAN PERTAMA SERIAL BU PUN SU)