PENDEKAR REMAJA : JILID-25


“Bantu pangcu kita...!”

Keadaan pasukan yang tadinya mengurung tempat itu, tiba-tiba saja menjadi heboh dan geger. Ternyata mereka secara tiba-tiba telah diserang dari belakang oleh serombongan pengemis bertongkat hitam!

Ternyata bahwa tadi ketika Hong Beng melompat keluar dari dalam hotel dan dikeroyok oleh para perwira, ada beberapa orang anggota Hek-tung Kai-pang berada di luar hotel itu. Melihat betapa pemuda gagah itu bersenjatakan tongkat hitam yang mereka kenal sebagai tongkat pusaka dari Hek-tung Kai-pang, maka tahulah mereka bahwa pemuda ini tentulah pangcu yang baru seperti sudah mereka dengar dari para pemimpin cabang mereka.

Atas bunyi siulan rahasia mereka, dalam waktu sebentar saja datanglah berpuluh-puluh pengemis anggota Hek-tung Kai-pang, bahkan pemimpin-pemimpin yang berkedudukan di kota raja secara sembunyi-sembunyi juga muncul kemudian melakukan pengeroyokan terhadap para tentara kerajaan yang mengurung itu!

Hong Beng merasa girang sekali. Bersama Goat Lan ia lalu melompat jauh dan mencari jalan keluar dari tempat di mana para pengemis tongkat hitam itu menyerbu. Sambil memutar tongkat hitamnya dan merobohkan beberapa belas tentara yang mengeroyok, ia berseru,

“Aku pergi, lekas kalian mencari jalan aman!” Setelah berkata demikian, ia dan Goat Lan melompat ke atas genteng dan melenyapkan diri di balik wuwungan rumah-rumah yang tinggi.

Kawanan jembel yang setia itu lalu juga ikut melarikan diri ke sana ke mari, memecah rombongan sehingga sukarlah bagi barisan kerajaan untuk mengejar mereka. Juga tidak ada perintah mengejar para pengemis itu, sebaliknya Bu Kwan Ji hanya berteriak-teriak memerintahkan anak buahnya untuk mengejar dua orang muda tadi!

Akan tetapi kemanakah mereka harus mengejar? Dua orang muda itu melompat ke atas genteng bagaikan dua ekor burung walet saja, dan biar pun para perwira mengikuti Ban Sai Cinjin mengejar, akan tetap mereka ini lantas tertinggal jauh oleh Ban Sai Cinjin yang gerakannya cepat sekali.

Setelah mengejar agak jauh dan mendapatkan dirinya hanya sendiri saja, Ban Sai Cinjin menjadi gentar. Kalau hanya seorang diri, andai kata dia dapat menyusul, bagaimana dia akan mampu menangkap kedua orang muda yang lihai itu? Terpaksa dia pun menunda kejarannya dan membiarkan kedua orang muda itu melarikan diri dengan cepat.

“Tutup semua pintu gerbang! Perkuat penjagaan! Jangan biarkan mereka lolos dari kota!” seru Bu Kwan Ji dengan marah sekali. Di dalam kemarahannya terhadap Hong Beng dan Goat Lan, perwira ini sampai lupa kepada para pengemis tongkat hitam yang tadi sudah menolong kedua orang muda itu!

Hong Beng dan Goat Lan lari terus sampai di ujung kota yang sunyi.

“Mari ikut aku!” gadis itu mengajak tunangannya dengan suara tegas.

“Ke mana, Moi-moi?” tanya Hong Beng.

“Ke istana, mencari Pangeran Mahkota!”

Hong Beng mempunyai pikiran yang cerdas dan mudah menangkap maksud kata-kata orang, maka dia diam saja dan keduanya lalu berlari menuju ke istana yang megah itu. Untung bagi mereka bahwa semua penjagaan dikerahkan untuk menjaga seluruh pintu gerbang dan merondai dinding kota sebagaimana yang diperintahkan oleh Bu Kwan Ji, sehingga di dalam kotanya sendiri hanya ada beberapa orang perwira saja melakukan penggeledahan di sana-sini. Senja hari telah mendatang dan keadaan telah hampir gelap ketika keduanya telah tiba di dekat dinding tinggi yang mengelilingi istana kaisar.

Tidak mudah bagi kedua orang muda itu untuk dapat memasuki istana dan melalui dinding yang tinggi sekali itu. Untuk masuk lewat depan tidak mungkin sekali dan masuk dengan jalan melompati dinding yang begitu tinggi, juga sukar.

Mereka berjalan ke sana ke mari mencari dinding yang agak rendah, akan tetapi sia-sia belaka. Ada beberapa batang pohon yang cukup tinggi untuk menjadi jembatan, akan tetapi pohon-pohon ini letaknya jauh dari dinding, sehingga melompat dari pohon ke atas dinding, bahkan lebih sukar dari pada melompat dari atas tanah.

Mereka duduk di bawah dinding dengan hati kecewa, keduanya tak mengeluarkan suara dan termenung memutar otak. Tiba-tiba Hong Beng berkata girang,

“Ahh, aku mendapat akal, Lan-moi! Kau tentu akan dapat masuk ke dalam dengan cara melompat ke atas dinding.”

“Bagaimana aku dapat melompati dinding setinggi itu, Koko?”

“Kau melompat lebih dulu dan aku akan mendorongmu dari bawah! Dengan meminjam tenaga dan tanganku, bukankah kau akan dapat melompat lagi ke atas?”

Untuk sesaat Goat Lan memandang kepada tunangannya dengan sepasang matanya yang seperti mata burung Hong itu, kemudian wajahnya berseri girang.

“Ahh, benar juga kata-katamu, Koko. Mengapa aku tidak dapat berpikir sampai di situ?”

Tiba-tiba Hong Beng mengerutkan keningnya. “Sayangnya, hanya kau saja yang dapat masuk ke dalam istana untuk mencari Pangeran dan mengobatinya. Bagaimana hatiku bisa tenteram apa bila membiarkan kau masuk seorang diri ke tempat berbahaya itu? Dengan menanti kembalimu di luar dinding ini aku akan merasa seakan-akan berdiri di atas besi panas!”

Kini Goat Lan yang berkata dengan gembira, “Mengapa susah-susah? Pohon itu dapat menolongmu!”

Giliran Hong Beng yang sekarang memandang kepada tunangannya dengan mata bodoh karena sungguh-sungguh dia tidak mengerti apa maksud gadis itu.

“Pohon itu letaknya terlalu jauh dari dinding, bagaimana pohon itu bisa menolongku?”

“Koko, apa kau tidak ingat kepada cabangnya yang panjang?” seru gadis itu yang segera melompat ke arah pohon besar dan kemudian ia melompat ke atas, memilih cabang yang panjang dan kuat. Dengan sekali renggut saja maka patahlah cabang itu yang segera dibersihkan daun-daunnya sehingga merupakan sebatang tongkat panjang.

“Nah, bila mana aku sudah berhasil sampai di atas, kau lemparkan tongkat ini kepadaku. Kemudian kau melompat dan kuterima dengan tongkat ini, bukankah beres?”

Girang sekali hati Hong Beng. Ia menangkap tangan Goat Lan sambil memuji, “Moi-moi, kau benar-benar hebat! Kau cerdik sekali dan... dan... cantik manis!”

“Hushh, bukan waktunya untuk bersenda gurau, Koko!” kata Goat Lan merengut sambil mencubit lengan pemuda itu, akan tetapi kedua matanya bersinar bangga dan kerlingnya menyambar hati Hong Beng, menyuburkan cinta kasih yang sudah berakar di dalam hati pemuda itu.

“Nah, sekarang melompatlah, Moi-moi. Melompatlah dengan lurus ke atas, dekat dinding, kemudian tarik kakimu ke atas sehingga kalau aku sudah menyusul di bawahmu, kau dapat mengenjotkan kakimu di atas tanganku!”

Goat Lan mengangguk maklum, kemudian membereskan pakaiannya, mengikat erat tali pinggangnya dan juga membereskan letak buntalan pakaian dan obat yang berada pada punggungnya.

“Siap, Koko!” kata gadis itu sambil menghampiri dinding.

Hong Beng berdiri di belakangnya dan ketika gadis itu melompat ke atas, dia pun cepat menyusul di bawahnya! Keduanya mempergunakan gerak lompat Pek-liong Seng-thian (Naga Putih Naik ke Langit).

Tubuh Goat Lan yang ringan itu meluncur pesat ke atas dan ketika dia merasa bahwa tenaga luncurannya sudah hampir habis, dia lalu menarik kedua kakinya ke atas. Tepat pada saat melayang turun kembali, dia merasa betapa kedua tangan Hong Beng yang kuat telah menyangga sepasang telapak kakinya.

Goat Lan diam-diam memuji tunangannya ini karena dengan gerakan ini ternyata bahwa tenaga lompatan Hong Beng masih menang sedikit kalau dibandingkan dengan tenaga loncatannya. Karena kini sudah mendapat tempat untuk sepasang kakinya, Goat Lan lalu mengenjot lagi ke atas dan tubuhnya melayang makin tinggi sehingga ia dapat mencapai dinding itu.

Tangannya menyambar pinggiran dinding dan sekali ia mengayun tubuh ke atas, ia telah berada di atas dinding yang tinggi itu! Dia memandang ke sebelah dalam dan untung sekali bahwa mereka tiba di dinding yang menutupi sebuah taman bunga yang sangat indahnya sehingga gadis ini menjadi takjub melihat sedemikian banyaknya pohon-pohon bunga yang menyerbakkan keharuman.

Sayang bahwa keadaan sudah agak gelap hingga ia tidak dapat menikmati tata warna yang luar biasa dari taman bunga itu. Saking kagumnya, Goat Lan sampai lupa kepada Hong Beng. Ia terkejut ketika mendengar seruan Hong Beng, “Moi-moi, terimalah tongkat ini!”

Cepat dia memutar tubuhnya dan menghadap keluar lagi. Dinding itu tebal sekali, lebar permukaan dinding yang diinjaknya lebih dari dua kaki, sehingga ia boleh berdiri dengan enak dan tetap di atas dinding itu.

Hong Beng melempar tongkat panjang ke atas yang diterima oleh Goat Lan dengan mudahnya. Ketika gadis itu duduk di atas tembok, tangan kiri merangkul tembok dan tangan kanan memegang ujung tongkat yang diulurkan ke bawah maka ujung tongkat di bawah telah mencapai tempat yang cukup rendah bagi Hong Beng untuk melompat dan menangkapnya. Akan tetapi pemuda ini masih berkuatir kalau-kalau Goat Lan tidak akan kuat menahan berat tubuhnya dengan tongkat itu, maka sebelum meloncat ia berseru,

“Moi-moi, kalau nanti terlalu berat bagimu, kau lepaskan saja tongkat itu, jangan sampai kau ikut jatuh ke bawah!”

“Kau kira aku ini orang macam apa?” bantah Goat Lan berpura-pura marah, akan tetapi suaranya terdengar bersungguh-sungguh. “Kalau kau jatuh, aku pun ikut jatuh pula!”

“Eh, eh, jangan begitu, Lan-moi. Kalau kau lepaskan tongkat itu, jatuhku tidak dari tempat terlalu tinggi dan paling-paling aku hanya akan lecet-lecet saja. Akan tetapi kau... dari tempat begitu tinggi!”

“Aku juga tak akan mati jatuh dari tempat setinggi ini!”

Hong Beng menjadi bingung. Dia ragu-ragu untuk melompat, karena dia maklum bahwa gadis itu betul-betul takkan membiarkan ia jatuh sendiri! Tiba-tiba pemuda itu lalu berlari ke tempat di mana terdapat pohon besar tadi.

Goat Lan memandang heran, akan tetapi ia melihat pemuda itu telah melompat naik ke atas pohon dan menggunakan pedangnya untuk membabat putus sebatang cabang yang panjang. Ketika Hong Beng sudah tiba di tempat tadi, tahulah Goat Lan bahwa pemuda itu telah mengambil dan membuat sebatang tongkat seperti tadi panjangnya, hanya saja kini tongkat ini ujungnya ada kaitannya. Pemuda yang cerdik ini telah mengambil cabang yang ada kaitannya dan kemudian ia berkata,

“Moi-moi, taruh saja tongkat itu di atas dinding, dan kau pakailah tongkat yang ini!” Ia melontarkan tongkat baru ini ke atas yang disambut dengan mudahnya oleh Goat Lan.

Gadis ini menjadi girang sekali, karena tentu saja dengan tongkat ini, dia tak usah kuatir tunangannya akan jatuh kembali karena dia tidak kuat menahan berat tubuhnya. Dia lalu memasang kaitan tongkat itu pada dinding, dan memegang kaitan itu menjaga jangan sampai kaitannya terlepas.

“Lompatlah, Koko!” teriaknya ke bawah.

Hong Beng mengumpulkan tenaga pada kakinya, kemudian mengenjot tubuhnya ke atas. Ketika tangannya dapat mencapai ujung tongkat yang tergantung di bawah, ia menangkap tongkat itu dan dengan cekatan sekali dia lalu naik ke atas, merayap melalui tongkat. Setelah tiba di atas dinding, ia mengomel kepada tunangannya,

“Lan-moi, lain kali jangan kau main nekad begitu. Kalau aku tidak mendapat akal ini, aku tak akan berani melompat naik dan membiarkan kau jatuh ke bawah.”

Goat Lan tersenyum manis, kemudian teringat akan tugasnya lagi.

“Mari kita turun ke dalam,” katanya, “baiknya ada dua buah tongkat ini yang akan dapat membantu kita.”

Gadis yang berani itu lalu melompat turun lebih dulu dengan tongkat yang dipegangnya merupakan pembantu yang amat berguna. Sebelum tubuhnya tiba di tanah, ia lebih dulu menancapkan tongkat itu sehingga dapat menahan tenaga luncurannya. Setelah tenaga luncuran itu habis, dia baru melompat ke bawah dengan ringannya. Kedua kakinya tidak mengeluarkan suara sedikit pun juga.

Hong Beng segera meniru gerakan kekasihnya ini dan kini mereka berdua telah berada di dalam taman.

“Aduh indahnya kembang ini...,” kata Goat Lan sambil menghampiri sekelompok bunga seruni kuning yang amat indah. Gadis ini bagaikan seekor kupu-kupu. Dengan lincah dan gembira dia berlari-larian dari satu ke lain bunga, riang gembira seperti anak-anak.

“Lan-moi, apakah kita masuk ke sini hanya untuk bermain-main di taman bunga ini?” tanya Hong Beng menegur tunangannya dengan pandang mata kagum karena sungguh cocok sekali bagi seorang gadis cantik berada di taman indah penuh kembang.

“Koko, bunga ini cocok sekali untukmu!” Goat Lan seakan-akan tidak mendengar ucapan Hong Beng.

Ia memetik setangkai bunga seruni dan membawa bunga itu kepada Hong Beng. Dengan sikap yang menyayang ia lalu memasukkan tangkai kembang itu ke lubang kancing pada dada Hong Beng.

Terharu juga hati pemuda ini melihat kelembutan tunangannya. Ia meremas tangan Goat Lan, kemudian tanpa berkata-kata dia lalu memetik pula setangkai seruni merah yang ditancapkannya di atas rambut kekasihnya.

“Hayo kita mencari Pangeran,” katanya kemudian.

Ucapan ini mengusir hikmat taman bunga dan kasih sayang mesra. Keduanya segera berjalan dengan hati-hati sekali sampai ke ujung taman bunga di mana terdapat sebuah pintu. Tiba-tiba mereka mendengar suara orang bercakap-cakap di belakang pintu itu.

Ketika mereka mendengarkan dengan penuh perhatian dan tahu bahwa yang bercakap cakap itu hanyalah dua orang penjaga pintu belakang, cepat kedua orang muda perkasa ini lalu membuka pintu dengan tiba-tiba. Dua orang penjaga yang memandang dengan celangap itu tidak diberi kesempatan membuka suara. Begitu tangan Goat Lan dan Hong Beng bergerak, keduanya telah kena ditotok sehingga menjadi kaku tak dapat bergerak mau pun bersuara lagi.

Hong Beng mencabut tongkatnya. Sesudah membebaskan salah seorang penjaga dari totokannya, dia menempelkan ujung tongkat pada leher orang itu sambil berkata,

“Hayo katakan terus terang di mana kamar Pangeran Mahkota!”

Penjaga itu biar pun tubuhnya menggigil, mukanya pucat, dan bibirnya gemetar namun ia menggelengkan kepalanya dan berkata, “Tidak, tidak! Kami telah banyak menerima budi Hong-siang (Kaisar), dan Putera Mahkota amat budiman. Biar pun aku akan kau bunuh, aku tidak akan mengkhianati Putera Mahkola! Kau tidak boleh membunuhnya!”

Tersenyum Hong Beng mendengar ini. Dia suka dan kagum melihat kesetiaan penjaga pintu, pegawai rendah ini. Tiba-tiba dia mendapat pikiran yang baik sekali.

“Dengar, sahabat. Kami berdua datang sama sekali bukan membawa niat jahat. Kami datang hendak mengobati Putera Mahkota, akan tetapi kami niat kami dihalang-halangi oleh Bu Kwan Ji si jahanam. Maukah kau membantu kami menolong pangeranmu itu?”

Penjaga itu memandang kepada Hong Beng dengan curiga. “Siapa tahu betul tidaknya bicaramu ini?” tanyanya.

Goat Lan turun tangan dan berkata, “Dengarlah, Lopek (Uwa). Aku adalah murid dari Yok-ong (Raja Obat) Sin Kong Tianglo dan aku benar-benar datang hendak menolong Pangeran Mahkota. Kau percayalah dan tunjukkan kepadaku di mana tempat Pangeran itu.”

Melihat Goat Lan, maka lenyaplah kecurigaan penjaga itu. Gadis secantik dan seramah ini dengan sepasang mata yang indah dan halus itu tak mungkin jahat.

“Baiklah, aku akan membantumu. Kalau aku salah duga dan ternyata kau datang hendak melakukan kejahatan, biarlah kelak nyawaku akan menjadi setan yang selalu mengejar-ngejarmu! Pada waktu ini, Pangeran Mahkota berada di ruangan belakang, tidak jauh dari sini. Baiknya tiga orang tabib yang biasa selalu menjaganya kini tengah keluar, kabarnya untuk menangkap pemberontak-pemeberontak! Yang menjaga hanyalah inang pengasuh dan para pelayan saja. Mari kalian ikut padaku!”

Penjaga yang seorang lagi tidak dibebaskan dari totokan, bahkan Hong Beng kemudian melepaskan ikat pinggang orang itu dan mengikat kedua tangannya agar jangan sampai terlepas dan menimbulkan ribut. Ketiganya lalu berjalan ke sebelah dalam dan tidak lama kemudian mereka tiba di ruang yang dimaksudkan.

Di sana terdapat lima orang pelayan wanita, dua orang pelayan banci (thai-kam) serta empat orang penjaga yang kokoh kuat tubuhnya. Alangkah kaget semua orang ini ketika melihat penjaga itu masuk bersama dua orang muda yang elok. Empat orang penjaga itu cepat melompat menghampiri mereka dengan golok di tangan.

“Siapa kalian dan perlu apa masuk tanpa dipanggil?” bentak seorang di antara mereka.

“Kami datang hendak mengobati Pangeran!” kata Hong Beng.

“Tak seorang pun boleh mengobati Pangeran di luar tahunya ketiga tabib istana! Kalian orang-orang jahat harus ditangkap!”

Hong Beng dapat menduga bahwa empat orang penjaga ini pun tentulah kaki tangan Bu Kwan Ji, maka ia memberi tanda kepada Goat Lan. Pada saat tubuh kedua orang muda perkasa ini berkelebat dan kedua tangannya bergerak, keempat orang penjaga itu roboh dengan tubuh lemas tak berdaya lagi! Tentu saja dua orang thaikam dan kelima orang pelayan wanita itu menjadi ketakutan dan berdiri dengan muka pucat dan tubuh gemetar.

“Kami datang bukan dengan niat jahat,” kata Hong Beng. “Kami datang untuk mengobati Pangeran! Akan tetapi, siapa saja yang berani menghalangi kami pasti akan kuhancurkan kepalanya!” Sambil berkata demikian, Hong Beng lalu mencabut tongkatnya yang hitam mengkilap sehingga mereka semua menjadi takut.

“Siapakah yang membuat ribut-ribut itu?” tiba-tiba terdengar suara yang halus dan lemah.

Goat Lan cepat menengok ke arah suara itu, maka terlihatlah pangeran Mahkota yang sedang berbaring di tempat tidurnya yang indah. Pangeran ini masih muda sekali, paling banyak baru empat belas tahun, tubuhnya amat kurus dan wajahnya pucat sekali.

Goat Lan melompat dan berlutut di depan Pangeran yang sekarang sudah duduk di atas pembaringannya itu.

“Hamba Kwee Goat Lan, murid dari Yok-ong Sin Kong Tianglo. Hamba datang hendak melanjutkan usaha mendiang Suhu untuk mencoba mengobati Paduka.”

Pangeran kecil itu membuka kedua matanya lebar-lebar. “Bukankah kau yang kemarin dinyatakan hendak meracuniku? Obat apa yang kau kirim ke sini itu? Rasanya pahit dan masam! Membuat perutku muak!”

Goat Lan bangkit berdiri. “Paduka telah ditipu. Orang-orang jahat mengelilingi tempat ini. Yang diberikan bukan obat dari hamba, akan tetapi sudah ditukar dengan obat lain yang jahat!” Dia cepat mengeluarkan buah Giok-ko dan memperlihatkannya kepada Pangeran itu. “Buah inilah yang kemarin hamba persembahkan kepada Hong-siang, apakah ini pula yang Paduka makan?”

Pangeran itu menerima buah yang berkilauan bagaikan mutiara itu dengan kagum dan heran. “Bukan, bukan ini, akan tetapi buah hijau yang baunya tidak enak. Buah ini wangi sekali.”

“Nah, silakan Paduka makan buah ini, dan demi Thian Yang Maha Adil, kalau Paduka percaya, penyakit Paduka pasti akan lenyap!”

Pangeran itu memandang kepada Goat Lan sampai lama, kemudian ia tersenyum lemah dan berkata, “Kau cantik dan gagah, aku percaya kepadamu!” Dan ia lalu makan buah itu. Baru saja satu gigitan, ia berseru girang, “Manis dan wangi sekali!” Sebentar saja habislah buah itu semua.

“Kalau masih ada, aku ingin makan lagi!” Sambil berkata demikian dengan tangan kanan, Pangeran itu menutup mulut menahan kuapnya, karena ia tiba-tiba merasa mengantuk sekali.

“Sekarang harap Paduka suka beristirahat, karena baru besok pagi Paduka boleh makan sebuah lagi,” kata Goat Lan.

Akan tetapi Pangeran itu telah merebahkan diri dan sebentar saja ia tertidur pulas terkena pengaruh Giok-ko yang sangat manjur itu. Goat Lan segera menyuruh seorang pelayan menyediakan perabot untuk memasak daun To-hio sebagaimana yang telah dipesankan oleh Thian Kek Hwesio.

Pada saat Goat Lan sedang sibuk memasak obat itu, tiba-tiba saja Hong Beng berseru terkejut, “Celaka, Hong-siang bersama para pengiringnya sedang menuju ke sini!”

Memang sudah menjadi kebiasaan Kaisar untuk menengok keadaan putera yang tercinta itu sebelum tidur. Seperti biasa, malam hari itu Kaisar juga datang diantar oleh lima orang pengawal pribadinya!

Hong Beng yang menjaga pintu menjadi bingung, namun Goat Lan lalu berkata, “Koko, kurasa lebih baik lagi apa bila Hong-siang berada di dalam kamar ini untuk menyaksikan bagaimana kita menolong puteranya!”

Hong Beng memutar otak dan cepat dia berkata kepada semua pelayan di situ, “Awas, semua orang tidak boleh membikin ribut. Diam-diam saja seperti tak terjadi sesuatu apa pun sehingga Hong-siang tidak akan kaget dan curiga. Kalian telah melihat sendiri bahwa kami benar-benar hendak mengobati Pangeran, dan seperti kataku tadi, siapa saja yang akan menghalangiku, akan kuhancurkan kepalanya!”

Pemuda itu lalu bersembunyi di balik daun pintu, menanti masuknya Kaisar, sedangkan Goat Lan tetap memasak obat tanpa mempedulikan keadaan di luar kamar.

Untung sekali bagi kedua orang muda itu bahwa tidak sembarang orang boleh masuk ke dalam kamar pangeran. Maka ketika tiba di luar pintu, hanya Kaisar sendiri yang masuk ke dalam, sedangkan lima bayangkari menjaga di luar pintu itu dengan golok di tangan! Kaisar masuk dengan wajah muram karena ia memikirkan keadaan puteranya. Alangkah terkejutnya ketika ia melihat seorang gadis yang tak dikenalnya sedang memasak obat.

“Siapa kau?” tanyanya.

Goat Lan menengok dan cepat menjatuhkan diri berlutut di depan Kaisar. “Hamba akan menerima hukuman dari kelancangan hamba masuk ke tempat ini, akan tetapi mohon diberi kesempatan lebih dulu untuk menyembuhkan penyakit Putera Mahkota!”

Ketika melihat wajah gadis ini, Kaisar menjadi makin terkejut.

“Bukankah kau yang mengaku murid Yok-ong dan yang sudah mencoba untuk meracuni puteraku?”

Cepat Kaisar menengok untuk memanggil penjaga dan bayangkari, akan tetapi ia makin pucat ketika melihat bahwa pintu telah ditutup dan kini seorang pemuda yang dikenalnya sebagai kawan gadis ini, kini telah berdiri dengan gagahnya di tengah pintu itu, menjaga dengan tongkat di tangan. Ketika dia melirik ke kiri, di sudut rebah empat orang penjaga pangeran dalam keadaan lemas tak berdaya.

“Hemm, jadi kalian berdua ini benar-benar putera-putera Pendekar Bodoh yang hendak memberontak? Apakah kehendak kalian sekarang? Mau membunuh puteraku atau aku? Kalian kira mudah saja melakukan hal itu?”

Akan tetapi, walau pun masih memegang tongkatnya, Hong Beng lalu menjatuhkan diri berlutut di tempat penjagaannya.

“Ayah hamba, Pendekar Bodoh, tidak pernah menjadi pemberontak, dan demikian pula hamba berdua. Sesungguhnya hamba datang hanya hendak mengobati Putera Mahkota, bukan mengandung niat jahat. Mohon Hong-siang sudi mempertimbangkan dan memberi ampun.”

“Buah obat yang kalian berikan kemarin telah dimakan oleh puteraku, akan tetapi bahkan menambah penyakitnya. Bukankah itu bukti yang nyata?”

“Maafkan hamba,” kata Goat Lan. “Itulah sebabnya mengapa hamba berdua terpaksa mengambil jalan masuk secara lancang ini. Buah dari hamba itu telah ditukar orang dan yang diberikan kepada Pangeran adalah buah yang berbahaya. Baru tadi putera Paduka telah makan sebutir buah dari hamba dan sekarang telah dapat tidur nyenyak.”

“Hamba berdua meminta waktu sampai tiga hari, dan sebelum lewat tiga hari, terpaksa hamba berlaku kurang ajar dan menahan Paduka di kamar ini! Hal ini terpaksa hamba lakukan untuk mencegah gangguan dari tiga tabib durjana, pengkhianat Bu Kwan Ji, dan Huncwe Maut Ban Sai Cinjin yang amat jahat dan berbahaya.” Hong Beng menyambung kata-kata Goat Lan.

Kaisar memandang dari Goat Lan ke Hong Beng berganti-ganti, kemudian ia tersenyum.

“Baiklah, kuberi waktu tiga hari, akan tetapi bila mana di dalam waktu itu ternyata kalian membohong, awaslah, jangan kau berani main-main dengan Kaisar!” Sesudah berkata demikian, Kaisar lalu menghampiri puteranya yang sedang tidur nyenyak dengan napas teratur dan tenang.

“Lucu... lucu... !” kata Kaisar setelah menghampiri kembali Goat Lan dan Hong Beng, lalu duduk di atas sebuah kursi gading. “Baru kali ini selama hidupku aku mengalami ditahan oleh orang luar, orang biasa. Ha-ha-ha! Benar-benar menggembirakan dan mendebarkan hati! Aku ingin sekali mengetahui bagaimana perkembangan selanjutnya dari peristiwa aneh ini!”

Akan tetapi, karena hari sudah malam dan Kaisar itu merasa mengantuk sekali, dia lalu pergi tidur di atas sebuah pembaringan biasa yang berada di tempat itu, dilayani oleh lima orang pelayan wanita itu dengan penuh penghormatan.

“Koko, aku sekarang teringat bahwa hwesio-hwesio yang ikut Bu-ciangkun menyerbu kita di hotel, adalah hwesio yang datang menyerang kita pada malam hari kemarin dulu!”

Hong Beng mengangguk-angguk. “Sekarang mulai terang bagiku. Sudah jelas bahwa tabib-tabib istana yang menjaga Pangeran ini telah sengaja menghalangi penyembuhan Pangeran, dan agaknya hal ini ada hubungannya pula dengan Bu Kwan Ji. Mungkin tiga orang tabib itu telah bersekongkol dengan perwira she Bu itu, dibantu pula oleh Ban Sai Cinjin! Kita harus dapat meyakinkan Kaisar bahwa mereka itu adalah sekomplotan orang jahat yang menghendaki nyawa Pangeran Mahkota, entah apa sebabnya!”

“Jalan satu-satunya untuk meyakinkan dan mendapatkan kepercayaan Kaisar hanyalah penyembuhan puteranya.”

“Mudah-mudahan saja obat yang kau bawa itu berhasil!”

“Pasti berhasil!” kata-kata ini diucapkan oleh Goat Lan dengan suara yang tetap penuh kepercayaan. “Obat ini adalah petunjuk dari Suhu, bagaimana bisa salah?”

Malam hari itu, Pangeran Mahkota terjaga dari tidurnya dan Goat Lan lalu memberinya minum obat Daun Golok yang sudah dimasak. Karena merasa betapa tubuhnya sangat enak, Pangeran itu percaya penuh kepada Goat Lan dan tanpa ragu-ragu lagi minum semangkok masakan obat daun itu. Kemudian, gadis ini dengan kedua tangannya sendiri memasakkan sedikit bubur untuk Pangeran itu dan memaksanya untuk mengisi perut dengah bubur itu.

Sudah tiga hari Pangeran itu tidak mau makan, akan tetapi sekarang, semangkok bubur masih belum memuaskan seleranya hingga dia minta tambah. Akan tetapi dengan suara halus Goat Lan mencegahnya, kemudian gadis ini sambil duduk di dekat pembaringan, lalu menceritakan dongeng-dongeng kuno mengenai kegagahan sehingga pangeran itu merasa tertarik sekali dan akhirnya dia melupakan rasa laparnya dan tertidur kembali.

Pada keesokan harinya, Kaisar bangun pagi-pagi sekali dan dia merasa sangat heran mengapa ia dapat tidur demikian nyenyaknya! Biasanya, di dalam kamarnya sendiri yang bagus, di atas pembaringan terhias emas dan permata, setiap malam pasti dua tiga kali dia terjaga. Akan tetapi kali ini, tidur di tempat peristirahatan puteranya, hanya di atas pembaringan biasa, bahkan sebagai seorang tawanan dari dua orang muda aneh itu, ia dapat tidur pulas dan enak!

Ketika dia memandang, ternyata bahwa Goat Lan sudah bangun pula. Gadis ini bersama Hong Beng bergiliran menjaga pintu, akan tetapi mereka tidak tidur, hanya duduk bersila sambil bersemedhi saja.

“Jadi aku belum boleh keluar dari kamar ini?” Kaisar bertanya sambil tersenyum kepada Hong Beng yang masih berdiri menghadang di pintu dengan tongkat di tangan.

“Terpaksa hamba akan menghalanginya, demi keselamatan putera Paduka!” jawab Hong Beng dengan suara tetap.

Kaisar tersenyum. “Apakah kau kira aku dapat bertahan tanpa makan sampai tiga hari? Bodoh! Minggirlah, biar aku memberi perintah supaya membawa makanan dan air untuk kita mencuci muka!”

Suara Kaisar amat berpengaruh dan karena ia percaya penuh kepada Kaisar ini, Hong Beng lalu melangkah ke samping. Kaisar membuka daun pintu dan berkata kepada lima orang bayangkari yang semalam suntuk menjaga di depan pintu tanpa berani pergi atau masuk!

“Jangan perbolehkan siapa pun juga masuk ke kamar ini! Atur penjagaan kuat secara bergilir dan suruh pelayan wanita menghidangkan makanan dan minuman. Juga air untuk mencuci muka. Laporkan kepada Hong-houw (Permaisuri) bahwa selama tiga hari ini aku akan berada di dalam kamar pangeran untuk menjaga dan menyaksikan sendiri Sang Pangeran menerima pengobatan!” Sesudah berkata demikian, Kaisar lalu menutup pintu kembali.

Lima orang bayangkari itu saling pandang dengan bingung. Perintah dari Kaisar cukup jelas, hanya mereka merasa bingung sebab siapakah yang sedang mengobati Pangeran? Mereka tidak melihat ada orang masuk, sedangkan ketiga orang tabib istana pun belum masuk ke kamar itu!

Akan tetapi, oleh karena sudah jelas bunyi perintah Kaisar, mereka mengerjakan dengan seksama dan taat. Semua perintah Kaisar dikerjakan dengan cepat sekali, dan sebentar saja di depan kamar itu sudah terjaga oleh dua belas orang bayangkari pengawal pribadi Kaisar. Kalau andai kata Permaisuri sendiri hendak memasuki kamar itu, tanpa perkenan dan persetujuan Kaisar, para bayangkari itu tentu takkan mau memberi jalan masuk!

Kaisar memiliki dua puluh empat orang pengawal pribadi yang dipilih oleh Kaisar sendiri dan kesetiaan mereka sudah dipercaya serta diuji benar-benar. Kepandaian mereka juga cukup tinggi.

Hong Beng tetap menjaga di belakang pintu yang tertutup itu sedangkan Goat Lan telah memberi makan sebuah Giok-ko lagi kepada Pangeran yang kini nampak lebih segar dari pada kemarin. Kaisar melihat sendiri betapa Goat Lan bersungguh-sungguh berusaha mengobati puteranya, maka diam-diam Kaisar ini memperhatikan Goat Lan dan menjadi kagum sekali.

Ketika dari luar terdengar suara ketokan pintu oleh bayangkari yang melaporkan bahwa makanan dan minuman telah dibawa datang oleh pelayan-pelayan wanita, Kaisar segera memerintahkan pelayan-pelayan wanita yang banyaknya lima orang di dalam kamar itu untuk mengambil hidangan-hidangan itu. Pelayan-pelayan baru yang datang membawa makanan tidak diperkenankan masuk!

Sesudah hidangan disiapkan, Kaisar mengajak Hong Beng dan Goat Lan untuk makan bersama! Suatu kehormatan yang besar sekali dan belum pernah ada orang biasa diajak makan bersama oleh Kaisar!

Akan tetapi Hong Beng yang amat hati-hati dengan sopan dan halus memohon maaf dan menolaknya, karena dia tidak mau meninggalkan pintu yang dijaganya itu. Dia maklum bahwa kalau dia lalai sehingga Bu Kwan Ji dan kaki tangannya sampai dapat menyerbu masuk, akan celakalah dia, Goat Lan, dan juga Pangeran Mahkota!

Sebaliknya, karena dia merasa sangat lapar, Goat Lan tidak menolak ajakan Kaisar dan makanlah mereka bertiga, yakni Kaisar, Pangeran dan Goat Lan. Kaisar dan Pangeran sungguh merasa gembira sekali, oleh karena telah berbulan-bulan Pangeran tidak kuasa turun dari pembaringan, akan tetapi sekarang bahkan dapat makan satu meja dengan ayahnya!

Dalam kesempatan ini, Kaisar mengajukan banyak pertanyaan kepada Goat Lan tentang orang tuanya, tentang guru-gurunya dan mengapa gadis ini dengan mati-matian hendak mengobati Pangeran.

“Apakah karena kau merasa menjadi rakyat hendak berbakti kepadaku yang menjadi rajamu?” tanya Kaisar memandang tajam.

“Memang ada juga keinginan hati hamba untuk berbakti, akan tetapi yang utama sekali karena hamba hendak menjunjung serta melindungi nama baik mendiang suhu hamba, yakni Yok-ong Sin Kong Tianglo!”

Dengan jujur gadis ini kemudian menceritakan keadaannya, menceritakan pula tentang pengorbanan suhu-nya yang sampai meninggal dunia dalam usahanya mencarikan obat guna menyembuhkan Pangeran Mahkota. Pangeran yang kini telah berusia empat belas tahun itu merasa terharu mendengar penuturan Goat Lan dan dengan berlinang air mata ia lalu berkata,

“Nona, besar sekali budi mendiang suhu-mu dan engkau. Kami tak akan melupakan budi pertolongan yang besar ini.”

“Kau memang baik sekali, Nona Kwee. Sudah sepatutnya kalau kau mendapat anugerah besar. Tunggu saja kalau Pangeran sudah sembuh benar!”

“Hamba tidak mengharapkan hadiah atau pun anugerah, sebab anugerah Paduka berupa kebijaksanaan dan keadilan kepada rakyat jelata sudah merupakan anugerah terbesar yang dapat Paduka berikan! Hanya hamba merasa kuatir sekali karena jelas bahwa ada komplotan jahat yang tidak ingin melihat kesembuhan Pangeran Mahkota. Harap Paduka suka berlaku hati-hati dan segera menangkap orang-orang seperti Bu Kwan Ji dan ketiga orang tabib istana itu. Sudah terbukti bahwa ketika hamba memberi buah Giok-ko yang Paduka teruskan kepada orang she Bu itu, ternyata setelah sampai di tangan Pangeran telah ditukar dengan buah lain yang berbahaya!”

Kaisar mengangguk-angguk. “Jangan kuatir, sesudah selesai pengobatan ini, pasti akan kulakukan tindakan keras untuk menghukum dan menyiksa mereka supaya mengaku.”

Akan tetapi pada saat itu, di luar terdengar ribut-ribut. Hong Beng yang sudah siap sedia, mendekati pintu dan mendengarkan dari celah-celah daun pintu. Ternyata bahwa yang sedang ribut mulut dengan para bayangkari itu adalah suara Bu Kwan Ji, ketiga orang tabib, dan Ban Sai Cinjin.

“Apakah kalian sudah gila? Tidak tahukah kalian siapa aku hingga kalian berani mampus sekali melarangku untuk masuk ke dalam kamar Pangeran?!” Terdengar suara Bu Kwan Ji membentak-bentak marah.

“Maafkan kami, Bu-ciangkun. Tentu saja kami mengenal Ciangkun dengan sangat baik. Akan tetapi kami hanya mentaati perintah dari Hong-siang, maka harap Ciangkun suka memaklumi.”

“Bagaimana bunyi perintah Hong-siang?”

“Bahwa tidak seorang pun, siapa pun juga orang itu, boleh masuk ke dalam kamar ini.”

Sunyi untuk sesaat, baru kemudian terdengar suara Ngo-tok Lo-koai Ang Lok Cu, “Kami bertiga adalah tabib-tabib istana yang bertugas menjaga Pangeran Mahkota yang tengah sakit. Apakah kami juga tidak boleh masuk?”

“Sungguh menyesal sekali, Totiang, kami tidak berani melanggar perintah dan larangan Hong-siang!” jawab bayangkari yang setia itu.

“Mungkin Hong-siang tidak maksudkan kami yang dilarang masuk,” terdengar Bu Kwan Ji membujuk lagi. “Coba kau laporkan ke dalam kepada Hong-siang, bahwa Bu-ciangkun beserta tiga tabib besar mohon menghadap untuk membuat laporan tentang pengejaran para pemberontak!”

“Kami tak berani, Bu-ciangkun. Sudah jelas sekali perintah Kaisar bahwa siapa pun juga tidak diperbolehkan masuk ke kamar ini. Bahkan kami sendiri pun kalau tidak dipanggil, tidak berani membuka pintu ini!”

Sunyi lagi sesaat lamanya.

“Apakah Hong-siang berada di dalam?” tanya lagi Bu Kwan Ji.

“Betul, Ciangkun,” jawab bayangkari.

“Siapa lagi selain Hong-siang dan para pelayan berada di dalam? Apakah ada orang luar yang masuk?”

“Setahu kami tidak ada orang luar, Ciangkun. Akan tetapi entahlah, sebab kali ini Kaisar berlaku amat ganjil dan penuh rahasia.”

Pendengaran Hong Beng yang tajam dapat menangkap suara bisik-bisik dan ia maklum bahwa Bu Kwan Ji tentunya sedang berunding dengan ketiga orang tabib itu. Kemudian terdengarlah tindakan kaki mereka menjauhi tempat itu. Hong Beng menarik napas lega, karena tidak perlu dia mempergunakan senjatanya untuk mencegah mereka memasuki kamar itu.

Akan tetapi, kelegaan di dalam dada Hong Beng itu tidak berlangsung lama. Menjelang tengah hari terdengar suara-suara lagi di depan pintu, dan kini selain suara Bu Kwan Ji dan kawan-kawannya, terdengar pula suara yang amat merdu dan halus.

Suara ini adalah suara selir terkasih dari Kaisar yang bernama Song Tian Ci. Seperti sudah dituturkan di bagian depan, Song Tian Ci yang amat dikasihi oleh Kaisar ini telah mempunyai seorang putera dan dia telah dapat dibujuk oleh Bu Kwan Ji sehingga kedua orang durjana ini mengadakan hubungan gelap di luar tahunya Kaisar. Keduanya telah mengadakan komplotan gelap untuk membiarkan Pangeran Mahkota meninggal dunia karena penyakitnya agar kelak putera dari Song Tian Ci dapat menggantikan kedudukan raja.

Ketika Bu Kwan Ji mendengar dari para bayangkari bahwa Kaisar melarang siapa pun juga memasuki kamar Putera Mahkota, panglima ini lalu cepat mencari kekasihnya itu dan kini Song Tian Ci sendiri yang maju ke depan untuk mempergunakan kekuasaannya memberi jalan kepada Bu Kwan Ji dan tiga orang tabib yang menjadi kaki tangannya itu.

Akan tetapi sekali ini dia pun tertegun melihat betapa para bayangkari tetap tidak mau memberi jalan kepadanya! Betapa pun juga, terhadap Song Tian Ci, para bayangkari tak berani berlaku keras karena mereka telah tahu pula akan kekuasaan dan pengaruh selir ini yang tidak kalah oleh Permaisuri sendiri!

“Kalau kalian tidak mau memberitahukan Kaisar mengenai kedatanganku, jangan kalian menyesal apa bila besok kalian akan kehilangan kepala!” Selir ini berkata dengan marah sekali.

Akhirnya salah seorang bayangkari tidak dapat menahan rasa gelisahnya, maka dia lalu membuka pintu itu dan melangkah masuk. Alangkah terkejutnya ketika dia melihat Hong Beng berdiri dengan tongkat di tangan di belakang pintu itu! Begitu bayangkari itu masuk dan melihat Kaisar sedang duduk di atas pembaringan Putera Mahkota, dia cepat-cepat menjatuhkan diri berlutut.

“Mengapa kau masuk tanpa dipanggil?!” Kaisar membentak marah. “Apakah kau sudah bosan hidup?!”

“Mohon beribu-ribu ampun atas kelancangan hamba, Paduka. Di luar kamar telah datang Song-thai-thai yang memaksa hamba memberitahukan kedatangan dan permohonannya untuk masuk menjumpai Paduka.”

Mendengar bahwa selirnya yang datang, lenyaplah kemarahan Kaisar. Ia memang amat mencinta selir ini yang dianggapnya amat baik, maka dia berpikir lebih baik dikawani oleh selir itu dalam keadaan yang amat menegangkan urat syarafnya menghadapi pengobatan puteranya ini.

“Hemm, biarkan dia masuk ke dalam,” katanya kemudian.

Bayangkari itu memberi hormat sambil mengerling dengan kening berkerut ke arah Hong Beng yang berdiri menjaga dengan tongkat di tangan, kemudian kepada Goat Lan yang sedang masak daun obat. Setelah itu dia mengundurkan diri, keluar dari kamar itu untuk menyampaikan perkenan Kaisar kepada Song Tian Ci.

Dengan girang dan bangga, Song Tian Ci lalu mengajak Bu Kwan Ji, ketiga tabib yaitu Cu Tong Hwesio, Cu Siang Hwesio, dan Ang Lok Cu untuk ikut masuk ke dalam kamar. Sekarang para bayangkari tak berani melarang lagi, sungguh pun perintah Kaisar hanya mengijinkan selirnya saja yang masuk.

Sebagai pembuka jalan, Song Tian Ci masuk dengan jalan di sebelah depan. Kemudian di belakangnya menyusul Bu Kwan Ji, ketiga orang tabib itu, dan Ban Sai Cinjin.

Ketika pintu terbuka, Hong Beng melihat munculnya seorang wanita yang cantik sekali. Meski pun usia wanita ini sudah tiga puluh tahun lebih, namun kecantikannya memang amat mengagumkan. Ia dapat menduga bahwa wanita ini tentu selir Kaisar yang tadi oleh bayangkari disebut Song-thai-thai, karena itu dia hanya menjura dan berdiri di samping, memberi jalan.

Akan tetapi ketika dia melihat Bu Kwan Ji hendak ikut masuk, cepat dia melangkah maju dan membentak, “Keluar kau!”

Tongkatnya berkelebat dan telah menodong di dada panglima itu sehingga Bu Kwan Ji menjadi terkejut dan pucat, kemudian cepat melompat keluar kembali. Hong Beng cepat menutupkan kembali daun pintu itu!

Begitu tiba di dalam kamar, selir yang cantik itu berdiri dengan muka terbelalak.

“Siapa kau?” bentaknya kepada Hong Beng, kemudian dia menghampiri Goat Lan sambil membentak, “Dan kau ini perempuan dari mana dan apa yang kau lakukan di tempat ini?”

Sebelum Goat Lan dan Hong Beng sempat menjawabnya, Kaisar telah maju menyambut selirnya sambil tertawa-tawa.

“Lihatlah, betapa manjurnya obat yang dibawa oleh Nona ini! Lihat puteramu telah hampir sembuh!”

Kaisar itu lalu memegang tangan selirnya dan dibawanya selir itu ke dekat pembaringan Pangeran yang segera bangun dan memberi hormat dari pembaringannya kepada ibu tiri ini.

Sungguh pun di dalam hatinya Song Tian Ci merasa tertikam dan marah sekali, namun selir yang cerdik ini dapat tersenyum dengan wajah berseri. “Syukurlah, tidak percuma setiap malam hamba bersembahyang sampai tengah malam, memohon kepada Thian Yang Maha Esa untuk menolong dan menyembuhkan penyakit puteranda. Akan tetapi, siapakah dua orang muda itu? Mengapa mereka berada di sini?”

“Memang lucu sekali!” kata Kaisar sambil tertawa geli. “Lihat saja gadis muda yang cantik jelita itu. Walau pun masih muda, dialah yang mengobati penyakit puteramu. Dia adalah Kwee Goat Lan, murid dari mendiang Raja Obat Sin Kong Tianglo! Dan yang seorang lagi itu, yang tak pernah melepaskan tongkatnya, dia adalah putera Pendekar Bodoh...”

Pucatlah wajah Song Tian Ci mendengar hal ini. “Putera Pendekar Bodoh? Bukankah dia dan ayahnya telah menjadi pemberontak-pemberontak berbahaya?”

“Ha-ha-ha!” Kaisar malah tertawa. “Memang ia adalah pemberontak! Lihat saja sikapnya. Dengan tongkat di tangan dia sudah menahanku di dalam kamar ini, melarangku keluar! Ha-ha-ha, alangkah lucunya. Aku, Kaisar yang berkuasa, ditahan di kamarku sendiri!”

Song Tian Ci semakin terkejut dan cepat memandang ke sekeliling kamar dengan mata menyelidik. Dia melihat lima orang pelayan wanita yang duduk menanti perintah dengan menundukkan muka seakan-akan tidak ada peristiwa ganjil terjadi, demikian pula dua orang thai-kam, dan empat orang penjaga yang berlutut di sudut tanpa berani bergerak! Mudah saja dilihat bahwa meski pun di situ ada Kaisar, sesungguhnya yang menguasai keadaan adalah Hong Beng, pemuda yang berdiri dengan gagahnya itu.....

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENDEKAR REMAJA (BAGIAN KE-4 SERIAL BU PUN SU)

PENDEKAR BODOH (BAGIAN KE-3 SERIAL BU PUN SU)

PENDEKAR SAKTI (BAGIAN PERTAMA SERIAL BU PUN SU)