PENDEKAR REMAJA : JILID-26


Bukan main terkejutnya hati Song Tian Ci mendengar ini. Sampai berapa jauhnya orang muda itu mengetahui rahasia komplotannya? Akan tetapi dia pun menjadi lega hati ketika Kaisar tidak menyatakan sesuatu tentang dia dan Bu Kwan Ji.

“Siapa dapat percaya tuduhan jahat itu? Paduka, harap waspada dan berhati-hati, siapa tahu kalau kedua orang ini benar-benar mempunyai niat buruk!”

Akan tetapi Kaisar hanya tertawa saja dan mengajak selirnya duduk di ujung yang jauh dari tempat tidur pangeran di mana mereka lalu bercakap-cakap dengan mesra.

Sementara itu, ketika Bu Kwan Ji melihat Hong Beng berada di kamar itu dengan tongkat di tangan, ia lalu keluar dan cepat mengajak kawan-kawannya berunding.

“Celaka,” kata Bu Kwan Ji sesudah mengajak kawan-kawannya pergi dari situ, “pemuda putera Pendekar Bodoh itu bersama kawan wanitanya telah berada di kamar Pangeran. Tidak tahunya merekalah yang melakukan semua larangan dan agaknya mereka hendak mengobati Pangeran disaksikan sendiri oleh Kaisar!”

Ketiga orang tabib itu menjadi pucat mendengar ini. “Tentu Kaisar telah diberi tahu oleh mereka tentang penukaran buah itu!” kata Ang Lok Cu.

“Habis, apa yang dapat kita lakukan?” kata Bu Kwan Ji bingung. “Kaisar sendiri berada di dalam kamar itu dan agaknya membantu mereka. Celaka!” Akan tetapi diam-diam dia menaruh pengharapan besar kepada kekasihnya, yakni Song Tian Ci yang sudah masuk ke dalam kamar Putera Mahkota.

“Kita masuk saja dengan berkeras kemudian mengeroyok kedua orang muda itu! Apa sih sukarnya?” kata Ban Sai Cinjin sambil mengebulkan asap huncwe-nya.

“Akan tetapi, hal ini akan membikin marah Kaisar dan celakalah kita kalau Kaisar sudah bercuriga kepada kita!” bantah Bu Kwan Ji yang menjadi gelisah sekali.

Akan tetapi dalam hal siasat kejahatan, Bu Kwan Ji kalah jauh oleh Ban Sai Cinjin, kalah cerdik dan kalah pengalaman. Sambil tertawa haha-hehe, Ban Sai Cinjin berkata,

“Bu-ciangkun, kenapa begitu bodoh? Kau adalah seorang panglima besar yang dipercaya penuh oleh Kaisar. Bukan rahasia lagi bahwa kau sedang mengejar-ngejar pemberontak, yakni putera-putera Pendekar Bodoh. Dan sekarang kau mengetahui bahwa kedua orang pemberontak yang kau kejar-kejar itu berada di dalam kamar Pangeran Mahkota. Kalau tiba-tiba kau masuk menyerbu dengan para perwira untuk menangkap atau membunuh pemberontak-pemberontak yang berbahaya, meski Kaisar akan menjadi marah, mudah saja bagimu mencari alasan yang kuat. Kau dapat mengatakan bahwa kau menguatirkan keadaan Kaisar dan hendak melenyapkan orang-orang jahat yang dapat mencuri masuk ke dalam istana. Apa salahnya?”

Tiga orang tabib itu segera menyatakan persetujuannya dan Bu Kwan Ji berpikir keras. Ada benarnya juga ucapan kakek mewah ini. Memang dia dapat melakukan hal itu, dan seandainya dia dapat menangkap atau membunuh kedua orang muda tadi, dan apa bila Kaisar marah, mudah saja baginya untuk minta maaf, apa lagi masih ada Song Tian Ci yang akan membelanya dan yang akan membujuk Kaisar!

Sore hari itu Pangeran Mahkota sudah nampak sehat setelah dua kali dia makan buah Giok-ko. Menurut perhitungan, sekali lagi atau sehari lagi maka akan tertolonglah nyawa Pangeran Mahkota ini. Diam-diam Goat Lan dan Hong Beng merasa girang sekali dan Goat Lan berkata kepada Kaisar,

“Oleh karena Paduka telah menyaksikan sendiri bahwa hamba dan kawan hamba bukan orang-orang jahat atau pemberontak-pemberontak sebagaimana orang sudah menuduh hamba, maka sudah jelas bahwa Pangeran Ong Tiang Houw sekeluarga tidak berdosa apa-apa. Karena itu hamba mohon sudilah kiranya Paduka menaruh hati kasihan kepada keluarga Pangeran Ong dan membebaskan mereka.”

Kaisar mengangguk-angguk. “Mudah saja, Nona. Biarlah kita melihat dan menanti satu hari lagi sampai puteraku betul-betul sembuh.”

Sementara itu, dengan bisikan-bisikan mesra dan bujukan-bujukan halus, Song Tian Ci berusaha membangkitkan kecurigaan Kaisar terhadap dua orang muda itu. “Betapa pun juga, hamba masih curiga besar,” katanya, “maka harus hamba sendiri yang minumkan obat kepada puteranda!”

Pada saat itu obat daun yang dimasak oleh Goat Lan telah matang dan telah didinginkan. Goat Lan sudah bersiap hendak memberi minum kepada Pangeran ketika tiba-tiba selir cantik itu meminta obat di tangannya. Akan tetapi, gadis yang memiliki kepandaian tinggi ini berkeras menolaknya.

“Aku harus memeriksa dulu isi cawan itu!” kata selir itu dengan bengis. “Siapa tahu kalau kau memberinya minum racun seperti kemarin dulu?”

Goat Lan tak menduga bahwa selir ini adalah pemegang kendali komplotan yang hendak membunuh Putera Mahkota, maka dengan halus ia berkata,

“Maaf, tidak boleh orang lain yang meminumkannya, kecuali aku sendiri!”

Selir itu hendak marah dan hendak merampas cawan, akan tetapi mana mungkin ia bisa mendekati Goat Lan? Pada waktu selir itu masih mengejar-ngejar sambil memaki-maki, Kaisar datang membujuknya.

“Biarlah, biarkan Nona itu meminumkannya sendiri. Apa bila kelak ternyata bahwa putera kita sembuh, masih banyak waktu untuk mengadilinya!”

Malam hari itu, di atas genteng kamar itu terdapat empat orang yang mengintai ke dalam. Hanya Hong Beng dan Goat Lan saja yang dapat mengetahui hal ini, bahkan mereka berdua tahu betul bahwa yang datang adalah empat orang yang berkepandaian tinggi.

Memang yang berada di atas itu adalah Ban Sai Cinjin dan ketiga orang tabib istana. Bu Kwan Ji tidak berani muncul, karena tentu saja ia tidak mau secara berterang melakukan percobaan ini. Ia hanya memberi tugas kepada empat orang kawannya ini untuk terlebih dahulu secara rahasia mencoba untuk membunuh kedua orang muda itu atau kalau tidak mungkin boleh juga membunuh Pangeran Mahkota!

Goat Lan dan Hong Beng tahu betul bahwa mereka tak usah menguatirkan keselamatan Kaisar dan selirnya. Siapa berani mengganggu Kaisar? Akan tetapi, keselamatan Putera Mahkota harus dijaga baik-baik.

Pada malam hari itu, Goat Lan tengah memasak daun obat berikutnya untuk diminumkan keesokan harinya. Akan tetapi malam hari itu, begitu mendengar suara kaki orang di atas genteng, dia lalu meninggalkan masakan obat dan mendekati Pangeran Mahkota yang sudah tertidur. Ia memberi isyarat dengan mata kepada Hong Beng yang membalasnya, dan pemuda ini pun siap sedia di dekat pintu dengan penuh kewaspadaan.

Sesaat suasana sunyi saja. Tiba-tiba terdengar angin mendesir dan tiga sinar kecil sekali menyambar ke bawah, ke arah Putera Mahkota, Goat Lan serta Hong Beng! Goat Lan menyambar ujung selimut di atas pembaringan itu dan sekali dia mengebut, dua batang jarum yang mengarah dia dan Pangeran sudah menancap pada selimut itu! Juga Hong Beng dengan mudah saja mengelak sehingga nampak sebatang jarum hitam menancap pada lantai di dekatnya!

Kaisar belum tidur dan Kaisar ini di waktu mudanya pernah mempelajari ilmu silat, maka dia dapat melihat juga sinar tiga batang jarum tadi.

“Apakah itu?” tanyanya.

Goat Lan dan Hong Beng lalu memperlihatkan tiga batang jarum itu kepada Kaisar dan meletakkan senjata-senjata rahasia itu ke atas meja sambil berkata,

“Ada orang jahat sengaja menyerang hamba berdua dan Pangeran!”

Kaisar terkejut sekali, akan tetapi pada saat itu dari atas menyambar turun asap hitam yang bergulung-gulung.

“Cepat, Koko. Telan obat ini!” Gadis itu mengeluarkan sebutir pil merah kepada Hong Beng yang segera menelannya.

Hawa harum dan hangat keluar dari dalam perutnya, memenuhi mulut dan hidung. Goat Lan sendiri menelan sebutir pil merah dan berkata kepada Kaisar,

“Harap paduka menyelamatkan diri di ujung kamar, akan tetapi sebaiknya semua orang berbaring di atas lantai agar jangan terserang oleh asap beracun itu!”

Dengan cekatan sekali Goat Lan lalu memondong Pangeran yang masih tidur, kemudian menidurkannya di sudut kamar, di atas lantai yang sudah ditilami dengan selimut tebal. Bingunglah semua pelayan dan mereka dengan wajah pucat lalu menurut nasehat Goat Lan, berbaring di atas lantai.

Sementara itu, asap makin banyak masuk. Memang ini adalah perbuatan Ban Sai Cinjin yang mengeluarkan asap pemabok. Dia tidak ingin membunuh Kaisar, maka asap yang dilepaskan dari huncwe-nya hanyalah asap yang cukup kuat untuk memabukkan orang.

Dalam suasana tegang dan sibuk ini, selir Kaisar tiba-tiba melompat dan berlari menuju ke tempat pemasakan obat.

“Aku masih tidak percaya kepadamu! Mungkin semua ini adalah buatanmu sendiri untuk meracuni kami!”

Selir ini lantas berpura-pura lari menghampiri Goat Lan, akan tetapi dengan cerdik sekali kakinya menendang tempat obat sehingga tumpahlah seluruh obat ini. Goat Lan hendak menghalangi, akan tetapi terlambat. Dengan gemas Goat Lan lalu membentak,

“Mundurlah! Hanya kepada Kaisar dan Pangeran saja aku tunduk, tetapi tidak kepadamu! Kalau kau tidak mundur, terpaksa akan kupukul!”

Akan tetapi sebelum ia menggerakkan tangan, selir itu telah menghisap asap hitam dan sambil mengeluh dia segera terhuyung-huyung. Untung Goat Lan cepat menangkapnya, kemudian mengangkat dan membawanya kepada Kaisar. Gadis itu membiarkan selir tadi berbaring di situ dan dia cepat kembali ke tempat Hong Beng berdiri.

“Ban Sai Cinjin, manusia pengecut! Jika kau berani, turunlah! Jangan menggunakan akal busuk!”

Terdengar Ban Sai Cinjin tertawa bergelak, lalu disusul dengan suara Ang Lok Cu, tosu yang melepas jarum-jarum berbisa tadi.

“Jangan gelisah, Hong-siang! Hamba sekalian datang untuk membebaskan Paduka dan menangkap pemberontak berbahaya ini!”

Genteng dibuka dari atas dan agaknya orang-orang di atas genteng itu akan menyerbu ke dalam, akan tetapi terdengar Kaisar berseru keras,

“Ang Lok Cu Totiang! Apakah kau dan yang lain-lainnya sudah gila? Hayo cepat mundur sebelum aku menjatuhkan hukuman mati kepada kalian!”

Suara Kaisar sangat berpengaruh sehingga terdengar oleh para bayangkari di luar pintu, yang tidak tahu apa yang sedang terjadi di dalam kamar, akan tetapi mereka tetap saja tidak berani masuk.

Mendengar bentakan Kaisar ini, Ang Lok Cu dan kawan-kawannya menjadi jeri juga dan mereka mengajak Ban Sai Cinjin pergi dari situ. Ban Sai Cinjin merasa kecewa dan tidak puas, akan tetapi tanpa bantuan kawan-kawan ini, apa dayanya terhadap Goat Lan dan Hong Beng yang sudah dikenal kelihaiannya itu? Mereka pun segera pergi dari tempat itu dan asap hitam yang ringan itu perlahan-lahan naik ke atas genteng sehingga kamar itu menjadi bersih kembali.

Selir yang tadinya pingsan kini sudah siuman kembali, dan menangis terisak-isak karena mendapat marah dari Kaisar yang masih belum sadar bahwa selirnya inilah sebenarnya kepala komplotan jahat itu! Selama itu sampai pagi tidak terjadi sesuatu lagi.

Baiknya Goat Lan masih mempunyai banyak daun obat sehingga ia dapat memasak obat lagi. Begitu terang tanah dan Pangeran sudah bangun, gadis ini kemudian memberi buah Giok-ko ke tiga. Semenjak makan obat Giok-ko dan daun To-hio, keadaan Pangeran itu sudah baik sekali. Kalau biasanya ia selalu mengeluarkan kotoran darah, kini darah telah berhenti dan sakit pada perutnya sudah lenyap sama sekali.

Giranglah hati Kaisar dan dia hendak menyuruh membuka pintu. Akan tetapi Goat Lan mencegahnya dan menyatakan bahwa masih sekali lagi Pangeran harus minum air daun obat siang nanti.

Akan tetapi tiba-tiba di luar terdengar suara gaduh dan disusul dengan teriakan-teriakan keras.

“Buka pintu! Tangkap pemberontak! Tolong dan bebaskan Kaisar!”

Suara gaduh itu adalah suara senjata yang beradu karena ternyata bahwa Bu Kwan Ji bersama beberapa orang perwira serta tiga orang tabib itu sudah datang menyerbu dan memaksa membuka pintu. Ketika bayangkari melawan, mereka ini langsung diserang!

Pintu terbuka dan lima orang bayangkari cepat menghampiri Kaisar untuk melindunginya, sedangkan yang lain masih menahan majunya para penyerbu itu!

“Cepat lindungi Kaisar dan Pangeran!” seru Goat Lan kepada lima orang bayangkari itu, kemudian dia dan Hong Beng lalu menyerbu keluar.

“Tangkap pemberontak!” seru Bu Kwan Ji ketika melihat kedua orang muda itu.

“Kaulah pemberontak dan pengkhianat!” seru Goat Lan.

Sedangkan Hong Beng tidak mau banyak cakap lagi, langsung menyerang dengan amat hebatnya. Dua orang perwira kena dirobohkan oleh tendangannya dan kini dia menyerbu tiga orang tabib istana itu dengan tongkatnya!

Ada pun Goat Lan segera dikeroyok oleh Bu Kwan Ji, Ban Sai Cinjin dan beberapa orang perwira ikut pula menyerbu, tiga orang mengeroyok Goat Lan sedangkan tiga orang lagi mengeroyok Hong Beng. Enam orang perwira ini adalah kawan-kawan atau kaki tangan Bu Kwan Ji, demikian pula dua orang yang sudah roboh oleh tendangan Hong Beng.

Pertempuran hebat terjadi di luar kamar pangeran, tempat yang cukup luas itu. Kaisar menjadi marah sekali.

“Lekas panggil datang semua perwira dan pengawal istana!” perintahnya kepada salah seorang bayangkari, dan Kaisar lalu mengambil sendiri obat di atas tungku, lalu memberi minum secawan obat kepada puteranya. Obat terakhir dan selamatlah nyawa Pangeran Mahkota!

Amukan Hong Beng dan Goat Lan hebat sekali. Dengan sepasang bambu runcingnya, Goat Lan dapat menahan serbuan para pengeroyoknya, bahkan dengan kecepatan kilat dia berhasil menotok lambung Bu Kwan Ji yang roboh terguling dalam keadaan pingsan dan merobohkan pula dua orang perwira!

Ada pun Hong Beng juga sudah berhasil melukai pundak Ang Lok Cu dan bahkan telah menewaskan Cu Siang Hwesio! Akan tetapi mereka tetap saja masih dikurung, terutama sekali Ban Sai Cinjin merupakan lawan yang tangguh bukan main, yang berusaha sekuat tenaga untuk merobohkan Goat Lan!

Pada saat itu pula, datanglah seorang panglima yang gagah sekali, diiringi oleh beberapa orang pengawal yang nampaknya gagah dan kuat. Panglima muda ini bukan lain adalah Kam Liong yang gagah perkasa!

Sejenak pemuda ini menjadi bingung melihat betapa ada dua orang muda yang elok sedang mengamuk laksana sepasang naga dan banyak perwira pengawal telah rebah di sana-sini. Tentu saja tidak sukar baginya untuk memilih kawan, dan serta merta dia dan kawan-kawan lainnya lalu mengeroyok Hong Beng dan Goat Lan.

Akan tetapi, tiba-tiba terdengar bentakan Kaisar, “Kam-ciangkun! Jangan serang mereka! Bantulah mereka menangkap para pengkhianat!”

Panglima muda ini menjadi terkejut dan merasa amat heran, apa lagi Ban Sai Cinjin yang mendengar bentakan Kaisar ini, maklumlah dia bahwa tidak ada harapan lagi baginya. Ternyata bahwa usaha Bu Kwan Ji telah gagal! Dengan menyebarkan asap hitamnya ia lalu melarikan diri keluar dari istana!

Beberapa orang perwira hendak mengejarnya, akan tetapi dengan tabir asap hitam yang jahat sebagai pelindung, tak seorang pun dapat mendekatinya. Baru saja mencium asap, pengeiar-pengejar itu sudah jatuh menggeletak seperti mayat! Akhirnya kakek ini berhasil melarikan diri tanpa seorang pun dapat menangkapnya.

Ada pun Cu Tong Hwesio tak kuat menghadapi tongkat Hong Beng, maka dia pun roboh dengan dada tertotok tongkat. Sebentar saja, dengan bantuan Kam Liong, semua orang kaki tangan Bu Kwan Ji sudah tertangkap dan banyak yang tewas.

“Penggal kepala mereka, baik yang masih hidup mau pun yang sudah matil” seru Kaisar dengan marah sekali. “Kecuali Bu-ciangkun, jangan bunuh dia, tahan dengan kuat. Aku perlu mendengar keterangan dan pengakuan tentang pengkhianatannya!”

Pucatlah wajah Tian Ci mendengar ini. Kalau Bu Kwan Ji dibunuh seketika itu juga, akan amanlah dia. Akan tetapi sekarang Kaisar hendak memeriksa perwira itu, sungguh amat berbahaya baginya!

Setelah keadaan menjadi beres, Goat Lan dan Hong Beng berlutut di depan Kaisar minta ampun tentang kelancangan mereka yang sudah berani menahan Kaisar di dalam kamar itu. Kaisar tersenyum dan berkata,

“Tentu saja ada hukuman bagi pelanggar dan ada hadiah bagi yang berjasa. Kalian telah melanggar dan berbareng berjasa pula. Sekarang tinggallah di gedung tamu, tunggu saja keputusanku!”

Sesungguhnya Goat Lan dan Hong Beng hendak pergi pada saat itu juga, akan tetapi mereka tidak berani membantah kehendak Kaisar, dan lagi, mereka berdua perlu sekali beristirahat setelah tiga hari tiga malam tidak pernah tidur dan jarang makan itu. Maka sepasukan pengawal lalu mengiringkan mereka dengan penuh penghormatan ke gedung tamu yang letaknya di sebelah kiri istana.

Pada esok harinya, terjadi peristiwa yang menggemparkan, ketika Bu Kwan Ji kedapatan telah terbunuh di dalam kamar tahanannya! Tak ada seorang pun mengetahui siapa yang membunuh perwira ini sehingga Kaisar menjadi marah sekali, karena sebenarnya Kaisar ingin sekali membongkar rahasia komplotan itu.

Tiada seorang pun yang mengetahui, kecuali Song Tian Ci, selir Kaisar itu. Oleh karena sesungguhnya, yang membunuh adalah penjaga tahanan sendiri yang sudah ‘dibeli’ oleh selir yang lihai ini.

Song Tian Ci maklum bahwa kalau Bu Kwan Ji sampai diperiksa di bawah alat penyiksa, bukan tidak mungkin kalau orang she Bu ini akan membongkar rahasia perhubungannya dengan perwira ini. Dengan matinya Bu Kwan Ji, maka amanlah nama Song Tian Ci dan semenjak saat itu, dia tak berani lagi berpikir untuk merebut kedudukan calon kaisar bagi puteranya.

Akan tetapi diam-diam Song Tian Ci menaruh hati dendam kepada Goat Lan dan Hong Beng, karena orang muda inilah yang menggagalkan rencananya dan bahkan membuat ia berada dalam bahaya besar. Wanita ini cerdik sekali dan mempunyai pandangan mata yang amat tajam. Pengalamannya di dalam kamar Pangeran telah membuka matanya dan ia dapat mengetahui bahwa antara Goat Lan dan Hong Beng terdapat pertalian cinta kasih yang besar. Inilah kesempatan membalas dendam! Ia maklum bahwa salah satu jalan terbaik untuk membalas dendam adalah menghancurkan kebahagiaan orang.

Dengan amat licin dia lalu membujuk Kaisar. Dipuji-pujinya Goat Lan setinggi langit dan tentu saja Kaisar membenarkan pujian ini.

“Sudah sepatutnya apa bila gadis seperti Nona Kwee itu diberi ganjaran yang setimpal dengan jasa-jasanya,” katanya mengakhiri pujiannya.

“Memang,” Kaisar membenarkan, “Aku sendiri pun kini sedang bingung memikirkan apa gerangan yang dapat kuhadiahkan kepadanya. Kalau dia seorang laki-laki tentu dia akan kuangkat menjadi seorang pembesar tinggi. Akan tetapi dia adalah seorang gadis.”

“Kedudukan tinggi bagi seorang gadis adalah menjadi isteri seorang berpangkat tinggi. Nona Kwee sangat cantik jelita dan gagah perkasa, mengambilnya sebagai seorang selir jauh lebih berharga dari pada mengambil selir seorang bidadari kahyangan!”

Kaisar memandang selirnya ini dengan mata terbelalak. “Apakah kau mabuk? Aku sudah tua, mana dapat menyia-nyiakan hidup seorang gadis seperti dia? Tidak, aku tidak ingin menambah selirku!”

“Harap Paduka jangan salah paham,” Song Tian Ci membantah, “maksud hamba bukan Paduka yang harus mengambilnya menjadi selir, akan tetapi untuk Pangeran Mahkota! Bukankah Nona Kwee telah berjasa besar menyelamatkan nyawa Putera Mahkota? Lihat saja alangkah telaten dan sabar Nona itu merawatnya, tanda bahwa Nona itu tentu suka kepada Pangeran. Bila Nona itu bisa diambil sebagai selirnya, tidak saja dapat menjaga keselamatan Pangeran, juga hal itu merupakan hadiah yang paling berharga untuknya!”

Kaisar mengangguk-angguk sambil mengelus-elus jenggotnya. “Akan tetapi puteraku baru berusia lima belas tahun kurang, dan Nona itu agaknya sudah ada dua puluh tahun.”

“Soal usia tidak menjadi halangan, apa lagi bukan sebagai isteri yang sah, hanya sebagai selir nomor satu.”

“Bagaimana kalau dia menolaknya?”

“Tak mungkin ada seorang gadis dari rakyat biasa akan menolak anugerah Paduka yang demikian besarnya. Penolakan berarti penghinaan karena sama halnya dengan menolak Pangeran! Akan tetapi, untuk hal ini mudah saja. Bukankah Nona Kwee dan kawannya sudah melakukan pelanggaran besar? Menahan Paduka di dalam kamar sampai tiga hari saja telah cukup untuk menghukum mati kepada mereka. Sekarang hukuman ditiadakan, bahkan dia diangkat menjadi mantu Kaisar, tak mungkin dia menolak!”

Begitulah, dengan siasat yang licin sekali Song Tian Ci berusaha untuk menghancurkan kebahagiaan Giok Lan, berusaha memisahkannya dari Hong Beng untuk dijadikan selir oleh Pangeran Mahkota! Dan akhirnya Kaisar merasa setuju sekali.

Pada keesokan harinya, Goat Lan dan Hong Beng dipanggil menghadap. Para menteri dan hulubalang lengkap menghadap raja yang sudah duduk di singgasana dengan wajah girang. Juga Pangeran Mahkota itu hadir pula di dekat ayahnya.

Semua pembesar yang setia kepada Kaisar, memandang kepada Pangeran itu dengan wajah riang. Semua sudah mendengar tentang penyembuhan itu, maka ketika Goat Lan dan Hong Beng datang menghadap, semua mata ditujukan kepada mereka dengan hati kagum sekali.

Sambil menunjuk kepada Goat Lan dan Hong Beng yang berlutut di depan Kaisar, Kaisar berkata, “Kalian semua yang hadir di sini sudah mendengar mengenai jasa besar dari kedua orang muda ini. Lihatlah, betapa puteraku sudah sembuh sama sekali, semua ini berkat pengobatan Nona Kwee Goat Lan dan sahabatnya yang bernama Sie Hong Beng. Oleh karena itu, pada hari ini aku hendak memberi hadiah dan anugerah kepada mereka berdua.”

Semua yang hadir mengangguk-anggukkan kepala dan tersenyum, sebab mereka semua merasa bahwa hal ini sudah cukup pantas.

“Anugerah pertama,” kata Kaisar, “adalah pembebasan mereka dari tuntutan. Sungguh pun mereka berdua sudah berani berlaku lancang memasuki istana tanpa ijin, bahkan telah menahan Kaisar dan Pangeran di dalam kamar selama tiga hari, akan tetapi aku bebaskan mereka dari kesalahan ini.”

Goat Lan dan Hong Beng mengangguk-anggukkan kepala dan menyatakan terima kasih mereka.

“Anugerah kedua bagi Sie Hong Beng, dia kuberi pangkat congtok dan boleh melakukan tugasnya di kota Nan-kiang, kuberi dua ekor kuda terbaik dari kandang kuda istana dan uang perak seribu tael. Bagaimana penerimaanmu tentang anugerah ini, orang muda?”

Sie Hong Beng merasa terkejut sekali. Ia sama sekali tidak mengharapkan hadiah, akan tetapi bagaimana dia dapat menolak hadiah Kaisar? Dia cepat mengangguk-anggukkan kepala dan berkata dengan suara perlahan,

“Mohon ampun sebanyaknya apa bila hamba berani berlaku tidak patut. Bukan sekali-kali hamba tidak menghargai karunia Paduka yang dilimpahkan kepada hamba, akan tetapi sesungguhnya hamba tidak sanggup untuk menjabat pangkat di suatu tempat. Mohon Hong-siang suka mengampuni hamba dan memperbolehkan hamba menolak kedudukan dan pangkat itu.”

Hening suasana di situ. Tak ada seorang pun berani mengangkat kepala karena merasa heran dan juga kuatir mendengar jawaban Hong Beng. Kaisar sendiri merasa tertegun, akan tetapi kemudian terdengar dia berkata,

“Darah petualang agaknya mengalir pada tubuhmu, anak muda. Tidak apalah, kalau kau tidak dapat menerima pangkat, biar hadiah uang kutambah lima ratus tael lagi!”

Lega hati Hong Beng dan biar pun ia tidak suka menerima hadiah uang akan tetapi tentu saja ia tidak berani menolak lagi. Cepat ia menghaturkan terima kasihnya sambil berlutut.

“Dan sekarang untuk Nona Kwee Goat Lan yang paling berjasa dalam urusan ini. Tanpa adanya Nona ini, mungkin puteraku tidak akan dapat sembuh dari sakitnya. Oleh karena pembelaannya ini, maka seakan-akan berarti bahwa jiwa dan raga Pangeran telah dapat dirampasnya dari tangan maut, dan oleh karena itu, biarlah untuk selama hidupnya, dia memiliki jiwa raga Pangeran! Biar pun puteraku baru berusia lima belas tahun dan belum menikah, akan tetapi aku mengangkat Nona Kwee menjadi selir pertama dari puteraku atau sama dengan mantuku yang pertama!”

Bukan main kagetnya Goat Lan dan Hong Beng mendengar ini. Muka Goat Lan sampai menjadi pucat sekali dan kedua kakinya yang berlutut itu menggigil. Tidak disangkanya sama sekali bahwa dia akan mendapat anugerah macam ini.

Dia mengerling ke arah Hong Beng yang juga menjadi pucat dan mengerutkan kening. Kemudian ketika tak disengaja dia menengok ke arah Pangeran Mahkota, Pangeran itu tersenyum-senyum malu, agaknya suka sekali akan keputusan ayahnya ini!

Semua yang hadir juga merasa setuju sekali dengan keputusan ini, karena hal ini mereka anggap sebagai anugerah terbesar yang mungkin diberikan kepada gadis itu.

“Bagaimana, Nona Kwee Goat Lan? Engkau tentu dapat menerirna keputusan kami ini, bukan?” Kaisar mendesak ketika dilihatnya nona itu menundukkan mukanya. Ketika Goat Lan mengangkat muka, Kaisar melihat betapa pucatnya wajah gadis itu.

“Mohon beribu ampun bahwa hamba terpaksa tak dapat menerima penghormatan besar ini!”

Kali ini keadaan bahkan menjadi jauh lebih sunyi dari pada ketika Hong Beng menolak pengangkatan. Bagaimana gadis ini berani menolak pinangan dari Kaisar yang diucapkan oleh Kaisar sendiri untuk Putera Mahkota? Hampir tak dapat mereka percaya!

Terdengar orang menarik kursi dan ternyata Pangeran Mahkota yang mundur dari tempat duduknya memberi hormat kepada Kaisar sebagai pengganti ucapan maaf dan akhirnya, setelah memandang ke arah Goat Lan dengan muka merah dan mata sayu Pangeran ini lalu mengundurkan diri ke dalam! Setelah itu, belum juga Kaisar mengeluarkan suara.

Tak seorang pun yang memandang wajah Kaisar yang sebentar pucat sebentar merah itu. Ia merasa terhina sekali. Di hadapan para pembesar, para hulubalang, seorang gadis biasa saja telah berani menolak pinangannya! Pinangan seorang raja besar untuk putera mahkota, ditolak oleh seorang gadis biasa saja. Alangkah hinanya! Lalu dia teringat akan ucapan Song Tian Ci selirnya itu, bahwa gadis ini mempunyai dosa dan untuk dosa itu sudah patut memberi hukuman mati kepadanya.

“Kwee Goat Lan...!” tiba-tiba suara Kaisar memecah kesunyian, suara yang telah cukup dikenal oleh para penghadap, karena kalau suara Kaisar sudah lambat dan parau, tanda bahwa orang besar ini sedang marah sekali, “insyaf benarkah kau akan apa yang kau ucapkan tadi? Sadarkah kau bahwa jawabanmu itu berarti penolakan terhadap pinangan rajamu? Kau telah menghina Kaisar sekaligus membuat malu seorang Pangeran, seorang Putera Mahkota! Tahukah kau akan dosamu yang besar ini?”

Dengan air mata menitik keluar dari pelupuk matanya, Goat Lan menganggukkan kepala. “Hamba terpaksa... hamba tak dapat menerima kehormatan besar itu.” Hanya kekerasan hatinya saja yang menahan Goat Lan tidak sampai menangis tersedu-sedu di situ!

“Kwee Goat Lan, tahukah kau bahwa untuk dosamu masuk ke dalam istana tanpa ijin dan menahanku di dalam kamar sampai tiga hari itu saja sudah cukup untuk memberikan hukuman mati kepadamu?”

Seorang menteri tua segera maju dan sambil mengangguk-anggukkan kepalanya yang penuh uban dia berkata, “Mohon Paduka sudi mengampuni gadis ini tentang dosa dan pelanggaran itu karena paduka tadi dalam anugerah pertama sudah membebaskannya dari kesalahan itu.”

Memang menteri tua yang berpengalaman ini menjadi kuatir sekali kalau-kalau di dalam kemarahannya Kaisar akan menarik kembali keputusan yang sudah dikeluarkan terlebih dulu dan kalau hal ini terjadi, amat tidak baik bagi pribadi Kaisar sendiri. Keputusan yang keluar dari mulut seorang kaisar besar, tak dapat diubahnya lagi!

Kaisar teringat akan hal ini dan berkatalah dia, “Sesungguhnya aku sudah mengampuni kesalahan yang itu, akan tetapi gadis ini berani sekali menghinaku serta membikin malu Pangeran, maka untuk kedosaannya ini kuputuskan hukum buang keluar Tembok Besar di utara!”

Terdengar isak tertahan di leher gadis itu. Sebagai seorang gagah, tentu saja dia tidak takut dan dapat melarikan diri, akan tetapi sebagai seorang setiawan dan seorang yang menjunjung tinggi kepada Kaisar, tentu saja dia tak berani melakukan hal ini, karena hal ini akan merupakan pemberontakan yang akan mencemarkan namanya sekaligus nama keluarganya. Bagaimana dia dapat mencemarkan nama ayah ibunya?

“Ayah... Ibu...” Goat Lan mengeluh dalam hatinya, akan tetapi tanpa disadarinya bibirnya ikut menggerakkan sebutan ini.

Hong Beng yang berlutut tak jauh darinya mendengar keluhan ini dan dapat dibayangkan betapa hancurnya hati pemuda ini mendengar keputusan hukuman yang dijatuhkan oleh Kaisar kepada Goat Lan.

“Hamba tidak dapat menerima keputusan hukuman yang dijatuhkan atas diri Nona Kwee Goat Lan!” Hong Beng berseru keras sekali sehingga semua orang terkejut.

Kaisar memandangnya dengan marah. “Hmm, agaknya bukan desas-desus kosong saja bahwa keturunan Pendekar Bodoh memang memiliki jiwa pemberontak. Teringat olehku betapa dulu ayahmu dan kawan-kawannya juga pernah melawan tentara kerajaan!” kata Kaisar dengan marah. “Dan apakah sekarang kau ingin mengulangi perbuatan ayahmu yang tidak benar itu? Kau hendak melawan keputusan dari Kaisarmu?”

Menteri tua yang tadi membela Goat Lan, yaitu seorang bangsawan she Liem, segera mengajukan usulnya,

“Hamba mohon sudilah kiranya Paduka suka mempertimbangkan keadaan kedua orang muda ini. Jasa mereka amat besar, karena selain telah menyembuhkan Putera Mahkota, mereka jugalah yang menghancurkan komplotan jahat dari Bu Kwan Ji. Kalau sekarang Paduka menjatuhkan hukuman berat, bukankah hal ini akan mengejutkan orang-orang gagah yang banyak terdapat di antara rakyat dan membuat mereka takut sehingga tidak berani membantu pemerintah untuk menyatakan kesetiaan mereka?”

Kaisar mendongkol juga mendengar ucapan ini, meski pun diam-diam ia harus mengakui kebenarannya. “Habis, kalau menurut pendapatmu bagaimana baiknya?”

“Harap Paduka sudi mengampunkan hamba yang lancang. Hukuman mengusir Nona ini ke utara sudah dikeluarkan sehingga tidak mungkin dicabut kembali, hanya dapat diubah sifatnya. Hukuman ini bukan pembuangan seumur hidup, tetapi pembuangan sementara saja. Hamba teringat bahwa kini bangsa Tartar sedang bergerak dari barat dan utara, melakukan pengacauan dan merampok serta menculik rakyat yang tinggal di perbatasan utara dan barat. Mengapa tidak memberi kesempatan kepada Nona Kwee dan kawannya yang gagah perkasa ini untuk membuktikan kesetiaan dan kebaktian mereka terhadap negara? Hamba rasa lebih baik kalau memberi tugas kepada mereka ini untuk mengusir musuh, dan apa bila mereka berdua ternyata benar-benar setia, Paduka akan melakukan sesuatu yang adil dan mulia apa bila mengampuni mereka ini!”

Kaisar mengangguk-angguk dan merasa setuju sekali. Sekelebatan saja menteri tua she Liem ini dapat menduga bahwa di antara kedua orang muda itu pastilah ada hubungan kasih, terbukti dari kerling mereka dan betapa pemuda itu dengan mati-matian berani membela Goat Lan di depan Kaisar. Karena itu timbullah hati kasihan di dalam dadanya sehingga mengajukan usul ini.

Demikianlah, pada hari itu juga, Goat Lan dan Hong Beng diberi tanda cap pada lengan tangan mereka dengan sejenis tinta yang tak dapat dihapus oleh siapa pun juga, kecuali apa bila dicuci dengan obat yang tersimpan di istana. Cap dari Kaisar ini merupakan tanda bahwa mereka masih berada di dalam urusan dan apa bila cap ini belum dihapus oleh Kaisar, berarti mereka selama hidup akan menjadi pesakitan! Kaisar berjanji bahwa apa bila mereka membuktikan kesetiaan mereka dan berhasil mengusir para pengacau di utara, cap di lengan itu akan dihapus bersih sebagai tanda pengampunan bagi mereka!

Dengan hati sedih, Hong Beng dan Goat Lan segera berangkat ke utara, dikawal oleh sepasukan prajurit istimewa yang selain akan mengamat-amati mereka, juga bertugas membantu mereka membasmi para pengacau. Pasukan ini terdiri dari empat puluh orang perjurit pilihan yang pandai ilmu silat.

Pada hari keberangkatan pertama, kedua mata Goat Lan menjadi merah dan ia tak dapat banyak mengeluarkan kata-kata. Baiknya masih ada Hong Beng di sampingnya sehingga berkat hiburan-hiburan pemuda ini, pada keesokan harinya Goat Lan telah mendapatkan kembali kegembiraannya. Dengan amat mudah Goat Lan dapat merubah hukum buang itu seperti sebuah perjalanan pelesir saja. Tiada hentinya di sepanjang jalan ia berjenaka sehingga kini sebaliknya Hong Beng yang terhibur!

Pada esok harinya, pagi-pagi sekali mendadak ada serombongan pasukan berkuda yang menyusul cepat dan ketika pasukan itu tiba, semua prajurit pengawal Hong Beng dan Goat Lan cepat-cepat memberi hormat kepada seorang panglima muda yang mengepalai pasukan itu. Hong Beng dan Goat Lan segera mengenal panglima muda yang gagah dan tampan ini sebagai panglima yang membantu mereka mengalahkan Bu Kwan Ji beserta kaki tangannya di depan kamar Pangeran itu.

Memang panglima muda ini adalah Kam Liong! Ia cepat turun dari kudanya dan menjura kepada Hong Beng dan Goat Lan sambil berkata dengan senyum,

“Alangkah gembira hati siauwte dapat mengejar dan menyusul Ji-wi hari ini! Siauwte Kam Liong adalah orang pertama yang merasa amat menyesal dan kecewa mendengar nasib malang yang menimpa diri Ji-wi yang mulia, karena sebenarnya antara Ji-wi dan siauwte terdapat hubungan yang sudah lama, semenjak ayah kita masing-masing masih muda!”

Hong Beng dan Goat Lan segera membalas penghormatan panglima muda ini dengan gembira dan juga terheran. Kam Liong lalu memerintahkan agar pasukan itu beristirahat kemudian dia mengajak kedua orang muda itu untuk duduk di tempat tersendiri sambil mengeluarkan perbekalan mereka untuk makan minum.

Di bawah sebatang pohon yang besar mereka duduk bercakap-cakap sambil makan. Di situlah Kam Liong menceritakan bahwa ia adalah putera dari Panglima Besar Kam Hong Sin yang sudah kenal baik dengan ayah ibu kedua orang muda itu.

“Siauwte telah bertemu dengan kedua saudaramu, Sie-enghiong,” katanya kepada Hong Beng sehingga pemuda ini menjadi terheran. “Bukanlah adikmu perempuan bernama Sie Hong Li dengan pedangnya Liong-coan-kiam yang hebat itu? Hanya sayang aku belum mengetahui nama saudaramu laki-laki itu, juga tak tahu apakah dia adik atau kakakmu.”

Hong Beng adalah seorang pemuda yang pendiam akan tetapi cerdik sekali. Biar pun dia tahu bahwa panglima muda ini telah salah duga, namun dia tidak segera mengemukakan hal ini, bahkan lalu bertanya,

“Siapakah dia, di mana kau bertemu dengannya dan bagaimana rupanya?”

Dengan gembira Kam Liong lalu menceritakan tentang pertemuannya dengan Lie Siong ketika pemuda ini menolong Lilani. “Pemuda itu sungguh aneh, tidak mau menyebutkan nama dan tidak mengaku pula siapa orang tuanya, akan tetapi melihat ilmu silatnya, aku tidak ragu-ragu lagi bahwa kalau dia bukan saudaramu, Sie-enghiong, pasti dia adalah saudara dari Kwee Lihiap ini!”

Akan tetapi, Hong Beng dan Goat Lan yang mendengar penuturan itu saling pandang dengan terheran-heran.

“Aku tidak mempunyai saudara laki-laki, Kam-ciangkun,” kata Hong Beng.

“Dan adikku masih kecil,” kata Goat Lan.

Kam Liong memandang kepada mereka dengan tajam. Memang pemuda ini mempunyai mata yang tajam sekali, tanda bahwa otaknya cerdik.

“Ahh, kalau begitu, tidak salah lagi! Dia tentulah putera Ang I Niocu.”

Kemudian Kam Liong merubah arah pembicaraan dan menyatakan maksudnya menyusul rombongan yang mengantar kedua orang muda keluar Tembok Besar itu.

“Semenjak kemarin dulu siauwte bertemu dengan Ji-wi, pada saat kita bersama memberi hajaran kepada komplotan Bu Kwan Ji yang busuk, siauwte telah merasa tertarik sekali dan ingin mengadakan perkenalan. Akan tetapi, sayang sekali siauwte menerima tugas keluar kota raja dan baru kemarin siauwte datang. Alangkah kecewa hatiku mendengar bahwa Ji-wi sudah berangkat menerima keputusan dari Hong-Siang yang sesungguhnya amat kurang bijaksana itu. Akan tetapi, harap Ji-wi tidak kuatir. Apa bila sudah selesai tugasku di selatan, aku pasti akan menyusul ke utara sehingga kita bisa bersama-sama menghancurkan pengacau-pengacau itu! Siauwte pernah bertugas di utara dan memiliki tempat merupakan benteng di sebelah dusun di lereng Gunung Alkata-san. Ji-wi harap mendirikan markas di sana, dan sementara itu bila mana siauwte ke selatan, siauwte akan mengunjungi Kwee-lo-enghiong dan Sie Taihiap untuk menyampaikan warta ini dan memberitahukan bahwa Ji-wi berada dalam keadaan selamat!”

Hong Beng dan Goat Lan merasa girang sekali dan juga bersyukur, karena itu mereka lalu menyatakan terima kasih berulang-ulang. Saking gembiranya, kedua orang muda ini menerima saja usul Kam Liong yang ramah-tamah ketika Kam Liong mengajak keduanya mempertebal persahabatan dengan menyebut nama masing-masing begitu saja tanpa embel-embel lagi!

Kam Liong lalu memberi perintah kepada prajurit-prajurit yang mengawal Hong Beng dan Goat Lan, memberi tahu ke mana mereka harus pergi untuk mendapatkan benteng yang dulu menjadi tempat tinggal pasukannya itu. Kemudian, tiga orang muda yang gagah ini lalu berpisah.

Sebelum berpisah, Kam Liong melakukan sesuatu yang sangat mengharukan hati kedua orang muda itu. Panglima gagah perkasa ini memerintahkan kepada prajurit-prajuritnya untuk meninggalkan semua kuda sehingga pasukan pengawas Hong Beng dan Goat Lan semua mendapat seekor kuda. Kuda Kam Liong sendiri diserahkan kepada Hong Beng dan Goat Lan juga mendapatkan seekor kuda yang terbagus!

Ketika Hong Beng dan Goat Lan hendak menolak, Kam Liong berkata,

“Tujuan perjalanan kalian masih sangat jauh dan panjang, ada pun kami dapat mudah saja membeli kuda atau meminjam di kota. Bahkan untuk berjalan kaki ke kota raja pun sudah tak berapa jauh.” Terpaksa kedua orang muda itu menerima sambil menghaturkan terima kasih.

Tentu saja Hong Beng dan Goat Lan sama sekali tidak dapat membaca isi hati panglima muda itu. Biar pun Kam Liong sangat mengagumi kedua remaja itu dan memang ingin mengikat tali persahabatan, namun kalau tidak ada ‘apa-apanya’ belum tentu Kam Liong akan berlaku luar biasa baiknya itu.

Semenjak Kam Liong bertemu dengan Lili, hati pemuda ini telah runtuh dan dia terjeblos dalam perangkap asmara. Dia jatuh cinta kepada Lili dan semenjak hari pertemuan itu, setiap malam ia selalu termenung dan merindukan Lili. Ia ingin sekali menyuruh seorang perantara untuk mengajukan pinangan kepada orang tua Lili di Shaning, namun hatinya masih ragu-ragu sebab meminang puteri Pendekar Bodoh bukanlah perkara lumrah saja! Baginya, lebih mudah meminang puteri seorang pangeran di kota raja dari pada harus meminang puteri Pendekar Bodoh yang dahulu sering kali disebut-sebut oleh ayahnya, Kam Hong Sin yang sudah gugur dalam peperangan.

Lalu, tanpa disangka-sangkanya, dia mendengar berita tentang adanya putera Pendekar Bodoh yang mengacau di istana! Ketika itu dia baru saja datang dari luar kota, karena memang pekerjaan terutama dari Kam Liong adalah melakukan pemeriksaan terhadap benteng-benteng penjagaan tentara kerajaan di batas negara. Karena itu dia dapat cepat datang pada saat Kaisar memanggil bantuan sehingga bisa bertemu dengan Hong Beng dan Goat Lan.

Akan tetapi, sayang sekali datang laporan dari seorang perwira sehingga ia mesti keluar kota kembali untuk beberapa hari. Maka ketika ia kembali ke kota raja, ia telah terlambat karena Hong Beng dan Goat Lan sudah mendapat hukuman buang ke utara.

Kam Liong tidak mau melepaskan kesempatan baik ini. Dia tergila-gila kepada Lili, dan sekarang kakak dari gadis itu berada di sini, bagaimana dia tidak melakukan sesuatu untuk mengambil hati? Demikianlah, ia lalu menyusul dengan cepat dan berhasil menarik dan menawan hati Hong Beng.

Di sepanjang perjalanan, Hong Beng dan Goat Lan tiada henti memuji kebaikan hati Kam Liong. Perwira-perwira yang memimpin pasukan pengawal itu menambahkan,

“Memang Kam-ciangkun baik sekali dan ilmu silatnya juga tinggi. Kabarnya dia mendapat didikan langsung dari tokoh-tokoh Kun-lun-pai. Sejak berusia tujuh belas tahun, dia telah berjasa dalam peperangan, membantu perjuangan ayahnya. Bahkan pada saat ayahnya gugur dalam peperangan, Kam-ciangkun ikut bertempur bahu membahu dengan ayahnya itu.”

Semakin kagumlah hati Hong Beng dan Goat Lang, dan ini sesuai benar dengan maksud hati Kam Liong! Kemudian, sesudah menyelesaikan urusannya di kota raja, Kam Liong berangkat ke selatan dan pertama-tama dia menuju ke Shaning hendak mencari rumah Pendekar Bodoh untuk melaporkan keadaan Hong Beng, dan terutama sekali agar dapat bertemu dengan Lili!

Dia pikir lebih baik bertemu dengan Pendekar Bodoh dahulu sebelum memberanikan diri mengirim perantara mengajukan pinangan. Baiknya dia mempunyai alasan yang sangat tepat, yakni berita tentang keadaan Hong Beng. Kalau tidak ada alasan, ia merasa sukar juga menjumpai suami isteri pendekar besar itu…..

********************

Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENDEKAR REMAJA (BAGIAN KE-4 SERIAL BU PUN SU)

PENDEKAR BODOH (BAGIAN KE-3 SERIAL BU PUN SU)

PENDEKAR SAKTI (BAGIAN PERTAMA SERIAL BU PUN SU)